banner 728x250

DPRD NTB Ajukan Gedung Baru Rp200 Miliar, Kontras dengan Parlemen Dunia yang Sederhana, di Tengah Kemiskinan Warga

Gedung DPRD NTB

banner 120x600
banner 468x60

Mataram, SIAR POST – Di tengah masih tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan sosial di Nusa Tenggara Barat (NTB), rencana pembangunan gedung baru DPRD senilai Rp200 miliar kembali menuai sorotan publik. Anggaran fantastis itu diajukan pasca insiden pembakaran kantor DPRD beberapa waktu lalu.

Ironisnya, rencana megaproyek ini muncul bersamaan dengan kenaikan gaji dan tunjangan DPRD NTB yang membengkak hingga Rp52,04 miliar per tahun.

banner 325x300

Tambahan belasan miliar untuk tunjangan perumahan, transportasi, dan kesejahteraan dewan seakan menegaskan jurang kontras antara kehidupan elite politik daerah dan kondisi rakyat yang masih banyak berjuang memenuhi kebutuhan dasar.

BACA JUGA : Geger di Pantai Nipah KLU: Mahasiswi Asal Mataram Tewas dan Rekannya Kritis Diduga Jadi Korban Begal

Menurut data BPS, garis kemiskinan di NTB per Maret 2025 tercatat Rp556.846 per kapita per bulan. Dengan angka tersebut, masih ada ratusan ribu warga NTB yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Seorang relawan asal Lombok Timur menilai, pembangunan gedung baru DPRD Rp200 miliar hanya menambah luka sosial.

“Masih banyak rumah warga tak layak huni, anak-anak kesulitan biaya sekolah, hingga berobat pun sulit. Tetapi DPRD malah sibuk memperjuangkan kantor baru yang nilainya ratusan miliar. Itu kontras sekali dengan kenyataan di desa-desa,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).

Kontras dengan Parlemen Dunia: Hidup Sederhana, Kantor Biasa

Fenomena DPRD NTB yang berencana membangun kantor mewah sangat berbeda dengan praktik parlemen di banyak negara dunia:

Swiss – Anggota parlemen daerah tidak digaji tetap. Mereka hanya menerima honor per rapat. Kantor dewan hanyalah ruang sidang sederhana di balai kota, tanpa gedung megah.

BACA JUGA : Minim Biaya, Perssoci Lampung Tetap Optimis Ukir Prestasi di FORNAS VIII NTB

Swedia – Politisi naik transportasi umum, tinggal di apartemen kecil, bahkan ruang kerja mereka hanya 8 meter persegi. Tidak ada rumah dinas atau mobil dinas.

Denmark & Norwegia – Gaji politisi hampir sama dengan pekerja kelas menengah. Banyak yang naik sepeda ke kantor. Gedung parlemen daerah lebih mirip kantor pelayanan publik.

Jerman – Anggota dewan kota hanya menerima honorarium rapat. Gedung dewan digabung dengan balai kota, sehingga anggaran lebih banyak untuk layanan masyarakat.

Selandia Baru – Anggota dewan lokal mendapat honor kecil, kantor dewan hanya berupa gedung pemerintahan biasa, transparansi anggaran dijaga ketat.

Kesamaan dari negara-negara ini: politik bukan profesi untuk mencari nafkah mewah, melainkan pelayanan publik.

Indonesia: Politik Jadi Profesi Penuh dengan Fasilitas Mewah

Di Indonesia, DPRD bukan hanya digaji tetap, tetapi juga mendapat tunjangan perumahan, transportasi, perjalanan dinas, hingga rencana kantor megah. Pola ini membuat publik mempertanyakan: apakah DPRD benar-benar hadir untuk rakyat, atau untuk kenyamanan para elit politik?

Rencana pembangunan kantor DPRD NTB Rp200 miliar semakin menegaskan jurang perbedaan itu. Di satu sisi rakyat antre bansos, kesulitan membayar sekolah, hingga berobat pun harus mencari utang. Di sisi lain, wakil rakyat justru berlomba menikmati fasilitas baru.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *