Secara hukum, pembangunan kantor baru mungkin sah, namun secara moral, publik menilai rencana itu tidak pantas di tengah angka kemiskinan NTB yang masih tinggi.
“Kalau dibandingkan dengan parlemen dunia, kita ini kebalik. Mereka sederhana, kita justru mewah. Padahal rakyat kita masih banyak yang lapar,” kata Siti Sahodah, relawan sosial asal Bima.
Kini, masyarakat menunggu apakah DPRD NTB benar-benar mau mendengar suara rakyat, atau tetap melanjutkan ambisi kantor baru Rp200 miliar yang kontras dengan kesederhanaan parlemen dunia.
Redaksi | SIAR POST