Sumbawa, SIAR POST – Anggota DPRD Kabupaten Sumbawa, Muhammad Zain, SP, yang juga legislator asal Lebangkar, dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat Lebangkar adalah pihak yang paling berhak atas tanah leluhur di Dodo.
Menurut Zain, masyarakat Lebangkar memiliki hubungan historis langsung dengan Dodo. Ia mengingatkan kembali bahwa warga Lebangkar merupakan pindahan dari Desa Dodo, sehingga ikatan leluhur dan hak ulayat secara historis melekat pada mereka.
BACA JUGA : Akademisi Unsa Bongkar Klaim Cek Bocek: Bukan Masyarakat Adat, Muncul Saat Tambang Dibuka
“Sejak tahun 2005–2006, masyarakat Lebangkar sudah berulang kali menghentikan aktivitas eksplorasi perusahaan di Dodo. Bahkan saat itu perusahaan tambang sempat berhenti sementara, sebelum akhirnya difasilitasi oleh Pemda dan Bupati Jamaluddin Malik untuk duduk bersama,” ungkap Zain, Jumat (3/10/2025).
Dalam pertemuan resmi di pendopo bupati kala itu, lanjut Zain, disepakati bahwa masyarakat Lebangkar akan mengizinkan eksplorasi dengan catatan: begitu masuk fase eksploitasi, pemerintah wajib memfasilitasi kembali perundingan dengan perusahaan untuk membahas hak-hak masyarakat Lebangkar atas tanah ulayat di Dodo.
“Kesepakatan itu jelas. Artinya, masyarakat Lebangkar tetap berhak menagih janji pemerintah dan perusahaan. Jangan sampai sejarah ini dihapus begitu saja,” tegasnya.
Tuntutan Masyarakat Lebangkar
Zain menambahkan, ada dua tuntutan mendasar yang harus dipenuhi pemerintah dan perusahaan tambang:
- Kompensasi atas makam leluhur masyarakat Lebangkar di Dodo, yang terancam direlokasi akibat aktivitas tambang.
- Kompensasi atas tanaman produktif masyarakat seperti kelapa dan kemiri yang telah didata sejak lama.
“Apakah kompensasi itu nanti berbentuk komunal atau individual, semua tergantung kesepakatan. Tetapi prinsipnya hak masyarakat harus diakomodasi,” ujarnya.
Jika perusahaan melakukan kompensasi dalam bentuk komunal maka bukan hanya masyarakat Lebangkar saja yang menerima manfaatnya tapi seluruh masyarakat wilayah Kecamatan Ropang.
BACA JUGA : Ketahuan Jual LPG 3 Kg di Atas HET, Izin Pangkalan UD Yasmin di Sumbawa Dicabut
Menanggapi isu penjualan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) di kawasan tersebut, Zain menegaskan bahwa hal itu sepenuhnya menjadi ranah Pemda dan aparat penegak hukum (APH).
“Kalau soal SPPT, itu kewenangan pemerintah dan APH. Tidak bisa ditarik ke isu adat,” katanya.
Harapan ke Pemerintah
Sebagai wakil rakyat, Zain mendesak Pemkab Sumbawa untuk menepati janji lama yang pernah dibuat saat fasilitasi dengan masyarakat Lebangkar.
“Kami berharap sebelum wilayah Dodo benar-benar dieksploitasi, pemerintah segera memfasilitasi pertemuan ulang sesuai kesepakatan tahun 2006. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mengaku-ngaku adat dan merampas hak sejarah masyarakat Lebangkar,” tutupnya.
Kontroversi Cek Bocek
Pernyataan Zain ini semakin mempertegas penolakan terhadap klaim masyarakat adat Cek Bocek, yang sebelumnya juga dimentahkan oleh akademisi sekaligus Wakil Rektor II Universitas Samawa (Unsa), Muhammad Yamin.
Yamin menyebut bahwa Cek Bocek tidak memiliki dasar historis yang kuat, bahkan dianggap sebagai “kelompok baru” yang muncul setelah kawasan tambang Dodo Rinti mulai dibuka.
Kini, polemik Cek Bocek memasuki babak baru dengan munculnya pernyataan masyarakat Lebangkar ini.
Redaksi | SIAR POST