Giri Menang, Siarpost – Ketegangan mewarnai aksi damai DPD Sasaka Nusantara di Kantor Bupati Lombok Barat, Kamis (6/11/2025). Massa yang menuntut keadilan atas rencana PHK massal 1.632 tenaga honorer non-database kecewa berat setelah Bupati Lombok Barat, Lalu Ahmad Zaini (LAZ), menolak menemui perwakilan mereka.
Sikap Bupati ini dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap krisis sosial dan hukum yang sedang dihadapi ribuan honorer yang terancam kehilangan mata pencaharian.
Hearing yang digelar hanya dihadiri Inspektur Inspektorat Lombok Barat, Suparlan, dan Kepala BKD, Jamaluddin, tanpa kehadiran Bupati maupun pejabat yang memiliki kewenangan memutuskan nasib ribuan tenaga honorer tersebut.
“Bupati tidak boleh hanya menghukum korbannya. Ia wajib menindak oknum pejabat yang merekrut mereka secara ilegal. Ini tanggung jawab hukum seorang kepala daerah,” tegas Sabri, S.H., M.H., Ketua DPD Sasaka Nusantara Kabupaten Lombok Barat.
DPD Sasaka: PHK Massal Ini Cacat Hukum dan Cacat Moral
Dalam pernyataan resminya, DPD Sasaka Nusantara menegaskan bahwa kebijakan PHK 1.632 honorer non-database bertentangan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, dan bahkan berpotensi melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut hasil kajian hukum Sasaka Nusantara, ada tiga pelanggaran pokok yang menjadi dasar keberatan dan rencana gugatan mereka:
- Pelanggaran UU Cipta Kerja dan PP 49/2018
Kebijakan PHK massal tanpa solusi alih status atau kompensasi dinilai melanggar prinsip perlindungan pekerja. UU Cipta Kerja justru menekankan penataan dan perlindungan tenaga kerja, bukan pemutusan sepihak. - Pelanggaran UU Administrasi Pemerintahan (UU AP)
Keputusan Bupati dinilai tidak memenuhi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), seperti asas kemanfaatan, kepastian hukum, dan proporsionalitas. “PHK ini tidak memberi manfaat apa pun bagi masyarakat. Justru menimbulkan pengangguran massal dan ketidakpastian hukum bagi ribuan keluarga,” ujar Sabri. - Indikasi Pelanggaran UU Tipikor
DPD Sasaka juga menuding adanya oknum pejabat yang memungut biaya rekrutmen non-prosedural. Jika terbukti, tindakan ini bisa dijerat Pasal 12 huruf e dan Pasal 3 UU Tipikor karena termasuk penyalahgunaan wewenang dan pemerasan dalam jabatan.
Ultimatum Hukum: 7×24 Jam untuk Bupati Lombok Barat
DPD Sasaka Nusantara memberikan ultimatum tegas 7×24 jam kepada Bupati Lombok Barat untuk:
Meninjau ulang total kebijakan PHK massal yang dinilai melanggar hukum;
Menjamin hak-hak konstitusional tenaga honorer, termasuk skema alih status atau kompensasi yang adil;
Memproses hukum oknum pejabat yang terlibat dalam rekrutmen ilegal sesuai UU Tipikor.
Apabila tuntutan ini diabaikan, DPD Sasaka Nusantara akan menggugat kebijakan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan menyiapkan aksi besar-besaran melibatkan elemen masyarakat sipil dan aktivis hukum di Lombok Barat.
“Kami tidak akan mundur. Ini bukan hanya soal pekerjaan, tapi soal keadilan dan kemanusiaan. Pemerintah daerah tidak boleh bersembunyi di balik aturan untuk menutupi kesalahan administrasi mereka sendiri,” pungkas Sabri.
Redaksi | SIARPOST














