Bima, SIAR POST — Proses seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bima tahun 2025 kini menuai kritik keras. Lembaga Gerakan Transparansi (GERTASI) NTB secara tegas menyebut bahwa rangkaian seleksi yang telah menetapkan tiga besar kandidat cacat administrasi dan sarat dugaan pelanggaran prosedural.
Seleksi yang merujuk pada Pengumuman Nomor 03/PANSEL SEKDA-KOBI/X/2025 tersebut diikuti enam pejabat terbaik jajaran birokrasi Kota Bima:
- H. Sukarno (Kadis Pariwisata),
- Syarif Rustaman (Kepala Bappeda),
- Arif Roesman Effendy (Kepala BRIDA),
- H. Fakhrunrazi (Inspektur Kota Bima),
- Is Fahmin (Kepala Dinas Perhubungan),
- Muhammad Hasyim (Kepala Kominfotik).
Setelah melalui serangkaian tahapan seleksi yang dipimpin Ketua Pansel, Dr. Iwan Harsono, akhirnya diumumkan tiga nama yang lolos ke tahap akhir, sesuai Pengumuman Nomor 26/PANSEL SEKDA-KOBI/XI/2025, yakni:
- H. Fakhrunrazi,
- Muhammad Hasyim,
- Arif Roesman Effendy.
Pengumuman ini ditetapkan berdasarkan Berita Acara Nomor 25/PANSEL SEKDA-KOBI/XI/2025 tanggal 17 November 2025.
Namun GERTASI NTB menilai, apa yang dipajang oleh Pansel ke publik tidak memenuhi standar hukum, terutama terkait asas transparansi dan profesionalitas yang diamanatkan oleh UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Permen PANRB Nomor 15 Tahun 2019, dan yang paling penting UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Ketua GERTASI NTB menegaskan bahwa terdapat sejumlah dugaan pelanggaran prosedural dalam proses seleksi Sekda, mulai dari:
Tak adanya keterbukaan bobot nilai seleksi, padahal aturan mewajibkan hasil dipublikasikan secara lengkap.
Dugaan tidak dilakukan penelusuran rekam jejak secara benar.
Indikasi intervensi kekuasaan dalam proses seleksi.
Tidak dipatuhinya mekanisme sesuai UU ASN dan Permen PANRB.
“Ini bentuk maladministrasi. Ketidaksempurnaan, ketidaklengkapan dan pelanggaran prosedural ini membuat hasil seleksi berpotensi batal demi hukum atau setidaknya wajib diulang,” tegas GERTASI.
Mengapa Nilai Tidak Dipublikasikan? GERTASI: Sikap Pansel Sangat Tidak Kredibel
GERTASI mempertanyakan mengapa Pansel hanya menampilkan tiga besar tanpa mempublikasikan nilai kumulatif tiap tahapan, padahal hal tersebut adalah titik krusial untuk menilai objektivitas dan integritas seleksi.
“Bagaimana mungkin Pansel yang dibiayai APBD tidak mampu menunjukkan hasil nilai seleksi? Ini bentuk pengerdilan intelektualitas dan profesionalitas Pansel sebagai penguji. Transparansi menjadi hilang,” kata mereka dalam pernyataan resminya.
Mengacu pada UU KIP, hasil seleksi Pejabat Pimpinan Tinggi adalah informasi publik yang wajib dibuka. Karena itu GERTASI mempertanyakan:
“Apakah bobot nilai peserta seleksi ini termasuk informasi yang dikecualikan? Jika tidak, mengapa tidak diumumkan? Pansel telah menutup informasi yang menjadi hak publik.”
Lembaga tersebut menilai bahwa proses seleksi yang tidak transparan dapat mengarah pada dugaan tindak pidana tertentu, terutama bila ditemukan adanya intervensi atau manipulasi data.
“Karena Pansel tidak kredibel dan tidak profesional, sudah layak penegak hukum memulai penyelidikan. Jabatan Sekda adalah jabatan strategis. Tidak boleh dipilih dengan proses yang cacat,” tegasnya.
GERTASI juga menyoroti bahwa Pansel seolah “tidak memiliki etikabilitas dan intelektualitas” karena meletakkan nasib daerah kepada proses yang tidak transparan.
“Seleksi ini seolah berjalan di atas rel kekuasaan dan egoisme sektoral. Jika bobot nilai saja tidak dipublikasikan, bagaimana publik bisa percaya pada kredibilitas hasilnya?” tutup pernyataan GERTASI dengan nada keras.
Redaksi | SIAR POST
