Warga NTB Bisa “Keracunan” Jika Salah Pilih Sekda

Oleh:
Afdhol Ilhamsyah
Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Nusa Tenggara Barat

MATARAM, SIAR POST | Meski sempat membuat publik Nusa Tenggara Barat menunggu, akhirnya nama-nama kandidat calon Sekretaris Daerah (Sekda) definitif Provinsi NTB mulai muncul ke permukaan.

Setelah beberapa kali terjadi bongkar pasang di kursi strategis birokrasi provinsi, kini masyarakat menaruh harapan besar pada figur Sekda yang akan menjadi penggerak utama roda pemerintahan.

Sebanyak 10 nama kandidat disebut telah lolos seleksi administrasi. Tentu saja, mereka yang maju bukan hanya memenuhi syarat administratif, tetapi juga merasa memiliki kapasitas untuk menjadi “jantung birokrasi” NTB.

Namun menurut saya, sekadar memiliki rekam jejak yang baik belum cukup. Posisi Sekda ini ibarat kepala dapur. Jika resep yang diolah keliru, maka yang “keracunan” bukan hanya para pegawai, tetapi juga masyarakat sebagai konsumen utama hasil kebijakan pemerintah.

Karena itu, dapur pemerintahan harus tertib, disiplin, komunikatif, sigap, dan ramah pada publik.

Sebagai poros birokrasi, Sekda harus luwes namun tetap tegas. Ia harus mampu menjadi komunikator yang berintegritas di tengah kepentingan politik, baik internal maupun eksternal, termasuk saat terjadi kebuntuan antara eksekutif dan legislatif.

Aparatur di bawahnya juga perlu ditanamkan mental seperti tim penyelamat, tanggap, tulus mengabdi, dan tidak haus validasi.
Lebih dari sekadar penerjemah visi misi kepala daerah, Sekda adalah penjaga meritokrasi.

Penempatan ASN harus berbasis kompetensi, bukan kedekatan. Namun yang paling penting di atas semuanya adalah integritas. Integritas tidak boleh kalah oleh ideologi atau pragmatisme politik.

Kita juga harus meninggalkan pola pikir etnosentris dan egosentris dalam birokrasi. Pemerintah daerah harus berdiri di atas kepentingan publik, bukan kelompok tertentu.

Dengan prinsip public-centric, kebijakan akan kembali pada tujuan utamanya yakni kesejahteraan masyarakat. Namun, posisi ini tidaklah mudah. Ketika program berhasil, publik menilai itu karya kepala daerah. Tetapi saat gagal, sorotan juga tertuju pada Sekda sebagai pengendali mesin birokrasi.

Karena itu, salah memilih Sekda bisa membuat warga NTB “keracunan” kebijakan menjadi korban praktik buruk yang dilakukan oknum yang menyalahgunakan jabatan.

Di sisi lain, saya juga mengingatkan tentang fenomena yang disebut Presiden Prabowo Subianto sebagai Serakahnomics. Dalam pandangan kami, ini dipicu oleh tiga unsur yang menjadi musuh bangsa, imperialisme-neoliberalisme, oligarki, dan birokrat korup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *