Suasana sidang kasus dugaan korupsi Mantan Walikota Bima di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (15/3/2024). Foto : Istimewa
Mataram, SIARPOST | Sidang kasus dugaan penyalahgunaan jabatan oleh mantan Walikota Bima H. Muhamad Lutfi di Pengadilan Tipikor Mataram terus berlanjut. Pada Jumat (15/3/2024) Jaksa Penuntut Umum menghadirkan enam saksi termasuk Direktur PT Bumi Maha Marga, Bambang Hermanto. Perusahaan ini satu atap dengan perusahaan PT Tukadmas.
Dalam persidangan terkuak bahwa PT Tukadmas telah mengeluarkan dana sebesar Rp2,4 miliar yang ditransfer melalui bank kepada tujuh rekening berbeda pada Agustus 2019 yang lalu.
Bambang mengatakan, dana tersebut diminta oleh Walikota Bima H. Lutfi melalui pimpinan PT Tukadmas wilayah Bima, Muhammad Salim untuk pengurusan dokumen rekomendasi kesesuaian tata ruang sebagai persyaratan izin usaha pengolahan hasil tambang galian C.
Baca juga : Abdul Hanan Ungkap Fakta Persidangan, Belum Ada Bukti Materil Keterlibatan Lutfi
“Iya, total Rp2,4 miliar sudah kami transfer selama 15 kali di bulan Agustus 2019,” Kata Bambang dalam keterangannya di persidangan sesuai dengan BAP nya.
Bambang menjelaskan, bahwa proses transfer dana tersebut dilakukan 15 kali pada nomor rekening berbeda-beda. Ia juga mengaku bahwa Muhammad Salim yang dipercaya untuk melakukan transfer ke sejumlah nomor rekening tersebut.
Namun, dalam persidangan Bambang belum bisa membuktikan bahwa ada keterlibatan walikota Bima dalam proses transfer dana miliaran itu, karena tidak pernah dikonfirmasi kebenarannya langsung kepada H. Lutfi.
“Saya tidak pernah melakukan konfirmasi uang itu udah sampai atau tidak, saya hanya percaya pada Salim yang menginformasikan bahwa diminta oleh walikota untuk pengurusan izin tata ruang,” ujar Bambang.
Bambang pun mengaku bahwa hanya sekali bertemu dengan H. Lutfi pada Juni 2022 di kediamannya untuk melakukan klarifikasi terkait dana tersebut.
Baca juga : Kasus Walikota Bima, Dugaan Konspirasi Pokja, PPK Bahkan Pihak Lain Menggiring Nama Lutfi
“Saat itu Walikota marah ke saya dan Salim, bahwa ia tidak pernah menerima uang tersebut dan pak Walikota bilang kalau ada penipuan dan perampokan dalam perusahaan, dan beliau arahkan kami laporkan ke polisi,” Jelas Bambang mempraktekkan seperti yang dikatakan H. Lutfi.
Kuasa Hukum H. Lutfi, Abdul Hanan, usai persidangan mengatakan, bahwa klien nya tidak tau terkait aliran dana tersebut. Bahkan kliennya mengatakan ada perampokan dalam perusahaan tersebut yang mengatasnamakan Walikota Bima.
“Klien kami tidak tau terkait dana tersebut bahkan klien kami mengarahkan PT Tukadmas agar lapor polisi. Tapi tidak juga dilaporkan oleh Tukadmas,” ujar Abdul Hanan.
Abdul Hanan menegaskan, sikap kliennya membuktikan bahwa benar kliennya tidak tau dan tidak terlibat terkait aliran dana Rp2,4 miliar tersebut.
Lantas kemana aliran dana Rp2,4 miliar yang dikatakan untuk memuluskan terbitnya rekomendasi tata ruang PT Tukadmas? Sementara Sekda Kota Bima Mukhtar dan Kabid Tata ruang, Ririn mengaku tidak pernah menandatangi dokumen rekomendasi tersebut.
Baca juga : Kades di Lombok Minta Warga Kembalikan Warles Karena Gagal di Pileg
Setelah dokumen kesesuaian tata ruang terbit dan dikirim oleh Muhamad Salim berupa PDF kepada Bambang, kemudian dokumen tersebut diajukan ke Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTB dan diterbitkan Pertimbangan Teknisnya. Dari pertimbangan teknis kemudian diajukan ke Dinas Perizinan Provinsi NTB.
Fakta nya, ternyata rekomendasi tata ruang PT Tukadmas hanya berupa file pdf dan tidak ditemukan hard copy atau aslinya.
Bambang juga tidak tau dengan proses yang dilakukan oleh ESDM, apakah melakukan monitoring atau pemeriksaan sampai ke lapangan terkait dokumen yang diajukan nya tersebut.
Hingga saat ini masih menjadi pertanyaan kemana aliran dana Rp2,4 miliar yang diduga memuluskan proses dokumen rekomendasi tata ruang hingga terbitnya izin IUP pengelolaan hasil tambang PT Tukadmas.
Fakta lain juga ditemukan, dokumen lingkungan atau UKL-UPL yang dimiliki oleh PT Tukadmas juga ternyata diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Bima. Padahal pada tahun 2019 kewenangan pembuatan izin UKL-UPL ada di DLHK Provinsi NTB.
Perihal pemalsuan dokumen rekomendasi tata ruang ini sudah dilaporkan oleh Sekda ke Polisi pada tahun lalu.
Terkahir diketahui proses penyelidikan nya dihentikan sementara sampai ada dokumen asli dari rekomendasi kesesuaian tata ruang tersebut.