banner 728x250

Kendaraan Bermotor Wajib Asuransi Mulai 2025, DPR RI : Kebijakan Ini Perlu Ditolak

banner 120x600
banner 468x60

 

MATARAM, SIARPOST | Pemerintah akan mewajibkan kendaraan bermotor mengikuti asuransi third party liability (TPL) mulai Januari 2025, demikian diungkapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

banner 325x300

Ketentuan tersebut berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Pasal 39A.

Pada pasal tersebut ayat (1), disebutkan bahwa Pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan.

BACA JUGA : Fakta Sebenarnya Kasus Pungli Kades di Sumbawa Barat, Dari Saksi Palsu Hingga OTT Tanpa Surat Tugas

Pada ayat (2) dan (3) disebutkan bahwa Pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta dalam Program Asuransi Wajib tersebut dan membayar Preminya.

Sedangkan pada Pasal 339 ayat (1), disebutkan bahwa peraturan pelaksanaan dari UU ini ditetapkan paling lama 2 tahun terhitung sejak UU ini diundangkan, atau pada Januari 2025 nanti.

Menanggapi hal tersebut, Fraksi PKS menolak kewajiban asuransi bagi kendaraan bermotor, apalagi hanya karena pendapat OJK yang asal-asalan mengutip UU P2SK di atas, dengan alasan sebagai berikut.

Alasan pertama, Program Asuransi Wajib untuk kendaraan bermotor belum menjadi solusi komprehensif untuk permasalahan yang sesungguhnya.

Penjelasan Pasal 39A UU P2SK secara gamblang menyebutkan bahwa Program Asuransi Wajib itu di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability) terkait salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas.

BACA JUGA : Paripurna Istimewa HUT KLU, Bupati Djohan Sampaikan Capaian Pembangunan Daerah

Artinya, tidak sekonyong-konyong kendaraan bermotor itu wajib asuransi, melainkan musababnya terkait dengan kecelakaan lalu lintas. Jadi, apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, Pemerintah berharap kerugiannya dapat ditekan seminimal mungkin dengan asuransi.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Program Asuransi Wajib untuk kendaraan bermotor tersebut merupakan tindakan kuratif dan rehabilitatif jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tapi belum mencakup tindakan promotif dan preventifnya.

Jika memang Pemerintah benar-benar serius mencari solusi atas kecelakaan lalu lintas secara komprehensif, seharusnya jangan asal bunyi (asbun) asuransi wajib bagi kendaraan, melainkan juga merevisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Revisi UU LLAJ telah lama dibahas di Komisi V, tapi Baleg (Badan Legislasi) DPR menghapusnya begitu saja dari Prolegnas Prioritas 2023. Padahal RUU ini telah mendapatkan berbagai masukan dari para pakar transportasi, praktisi dan beberapa asosiasi.

BACA JUGA : BBPOM di Mataram Tingkatkan Kesadaran Keamanan Pangan di Pasar Sumbawa Barat Melalui Penyuluhan dan Kampanye

Fraksi PKS berharap agar revisi UU LLAJ dapat dibahas kembali melalui usulan Pemerintah agar kecelakaan lalu lintas dapat dicarikan solusinya secara komprehensif, bukan dengan gampangnya membebani masyarakat dengan asuransi, apalagi alasannya karena praktik asuransi wajib ini sudah berlaku di berbagai negara lain.

Di Korea Selatan, asuransi menjadi bagian dari solusi yang komprehensif dari permasalahan lalu lintas. Misalkan truk ODOL (Over Dimension Over Load) tidak berlaku asuransinya karena biasanya truk semacam itu melibatkan modifikasi ilegal.

Alasan kedua, jangankan membayar premi asuransi, pajak kendaraan bermotor (PKB) saja masyarakat masih banyak yang menunggak.

Data Korlantas Polri tahun 2022, sebanyak 50% kendaraan bermotor di Indonesia masih mempunyai tunggakan PKB dengan nilai mencapai Rp 100 triliun. Persoalannya bisa jadi karena mekanisme membayar pajaknya tidak efektif atau memang masyarakat tak sanggup dengan beban biayanya.

Premi asuransi kendaraan bermotor akan menjadi beban tambahan bagi masyarakat. Karena kendaraan dalam masyarakat bukan hanya berfungsi untuk alat transportasi tapi juga alat produksi. Sebagai alat produksi, jelas tambahan beban ini berpotensi akan merembet kepada kenaikan harga berbagai barang jasa.

Alasan ketiga, asuransi wajib bagi kendaraan tersebut baru berlaku setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang harus mendapatkan persetujuan terlebih dulu dari DPR, seperti tercantum dalam Pasal 39A UU P2SK ayat (4).

Oleh karena itu, jika ternyata kewajiban asuransi bagi kendaraan tersebut mendapatkan penolakan keras dari masyarakat sehingga PP-nya tidak disetujui oleh DPR, maka Pemerintah tidak boleh memberlakukan asuransi tersebut. ***

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *