MATARAM, SIAR POST | Hati-hati, ternyata protitusi online melalui aplikasi MiChat di Kota Mataram sangat masif terjadi. Hal itu terbukti dari hasil investigasi media siarpost selama beberapa bulan terkahir.
Aplikasi MiChat sering disebut di berbagai kasus prostitusi online. Platform chatting asal Singapura itu kerap digunakan lantaran dinilai lebih ‘aman’ dan ‘mudah’ digunakan untuk open BO (Booking Online).
Hal ini memang terbukti adanya. Di kota Mataram sendiri hampir di setiap hotel terdapat layanan prostitusi online yang melayani pria hidung belang.
Penyakit masyarakat ini tergolong sulit dideteksi, karena beberapa pihak hotel pun berdalih tidak mengetahui adanya praktek prostitusi oline tersebut.
BACA JUGA : Polisi Tetapkan Salah Satu Kader Parpol di Lombok Tengah Sebagai Tersangka Pemalsuan Ijazah
Meski begitu, website resmi MiChat menyebut mereka merupakan aplikasi komunikasi untuk menghubungkan keluarga dan teman.
Mereka bahkan mengklaim platformnya bukan tempat prostitusi. Segala pelanggaran pun akan ditindak secara tegas.
Sejak beberapa tahun lalu, media ini telah melakukan investigasi namun saat ini dirasa semakin masif, karena di setiap hotel rata-rata terdapat wanita yang menawarkan prostitusi online melalui MiChat tersebut.
“Hasil investigasi wartawan kami di lapangan kepada sekitar 10 hotel di Mataram dan 25 orang yang menawarkan pelayanan prostitusi melalui aplikasi tersebut,” ujar Pimpinan media siarpost, Feryal Mukmin, Minggu (27/1/2025), mengupdate informasi terkait prostitusi online tersebut.
Namun, praktek ini seolah tidak jadi perhatian pemerintah, dan sama sekali tidak tersentuh aparat penegak hukum. Padahal perihal ini sangat merusak moral masyarakat.
Diketahui, rata-rata wanita yang melayani pria yang memesan prostitusi melalui aplikasi tersebut berasal dari luar Lombok, seperti Bandung, Surabaya, dan Jakarta.
Tidak jarang juga terjadi penipuan dalam praktik aplikasi tersebut, dimana pengguna aplikasi yang menawarkan layanan prostitusi tidak seperti foto yang dipasang. Begitu juga penipuan dengan cara menyuruh calon pelanggan nya untuk mentransfer lebih dulu sejumlah uang.
Seorang resepsionis di sebuah hotel yang pernah diwawancarai media ini juga mengaku tidak tau dengan adanya praktek prostitusi online tersebut. Ia mengatakan memang benar ada beberapa wanita yang sering menginap, bahkan beberapa minggu.
Terkadang juga, para wanita yang menawarkan layanan prostitusi online tersebut berpindah-pindah dari hotel satu ke hotel yang lain, tujuannya agar tidak terdeteksi oleh calon pelanggan yang sama.
Selama kurang lebih dua bulan, media ini mencari fakta terkait prostitusi yang sangat masih terjadi di Kota Mataram ini. Tidak bisa dihindari, praktik ini secara terang terangan dilakukan.
Untuk harga satu kali pelayanan saja harga nya relatif murah. Namun hati-hati, prilaku ini akan menimbulkan penyakit.
BACA JUGA : Personil Pos Ops Lilin Rinjani 2023 Diperiksa Tim Dokkes
MiChat sendiri sudah terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kominfo. Platform yang sudah diunduh lebih dari 50 juta kali di PlayStore itu sudah terdaftar dengan nomor registrasi 003957.01/DJAI.PSE/07/2022 pada 11 Juli 2022 lalu.
Menurut data yang dihimpun Similarweb, per Oktober 2022, pengguna MiChat mayoritas berusia 18-24 tahun (37,45%). Sementara kelompok usia terbesar kedua adalah 25-34 tahun (32,91%) dan diikuti dengan pengguna berusia 35-44 tahun (14,41%).
MiChat juga digunakan oleh pengguna di atas 45 tahun, meski persentasenya tidak sebesar pengguna yang lebih muda.
Indonesia sendiri menempati peringkat teratas sebagai negara dengan jumlah pengguna MiChat terbanyak, yakni 83,37%. Aplikasi ini juga diunduh oleh pengguna di Prancis, Argentina, Malaysia, dan Amerika dalam jumlah sedikit.
Dengan banyaknya pengguna gen Z di MiChat ini, lantas apa bahaya yang mengintai jika menggunakannya untuk prostitusi online?
Seksolog, Zoya dikutip dalam media online, menyebut bahaya yang bisa mengintai adalah penyakit menular seksual. Menurutnya, prostitusi online cenderung lebih sulit dikontrol pemerintah karena menggunakan media chat pribadi.
Ini berbeda dari prostitusi di lokalisasi yang bisa diakses langsung oleh petugas kesehatan untuk diberikan edukasi seks.
“Kalau online-online gini, kadang ada trafficking nih, kita enggak bisa mencegah ya, kan. Atau dijual sama orang tuanya, zaman-zaman belum online saja sudah banyak, apalagi ada online. Efeknya, sih, udah pasti buruk buat anaknya in so many ways, ya; memaksakan kedewasaan seksual dia harus merasakan itu sebelumnya, baik dia inginkan sendiri atau disuruh orang tuanya,” kata Zoya.
Untuk itu, Zoya mengatakan pemerintah harus berupaya membuat jalan keluar yang terbaik. Soalnya, praktik prostitusi ini seperti lingkaran setan yang terus ada.
Selain mengedukasi orang tua, para remaja dan dewasa yang terlibat juga sebaiknya paham pentingnya pendidikan untuk meningkatkan harkat martabat mereka. (Edo)