/Belajar dari Ainun, Anak Lunyuk Punya Harapan Sembuh dari Cerebral Palsy
Lunyuk, Sumbawa (SIAR POST) – Di balik keterbatasan akses dan minimnya pengetahuan di pelosok daerah, harapan tetap bisa tumbuh. NTBCare, lembaga yang fokus pada isu sosial dan kesehatan di Nusa Tenggara Barat, kembali menemukan kasus anak dengan kondisi cerebral palsy atau kelumpuhan otak di Desa Pada Suka, Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa.
Anak remaja tersebut belum pernah mendapat penanganan medis sejak lahir. Ia hanya terbaring di rumah, tanpa terapi dan tanpa alat bantu, karena keluarganya tidak tahu harus ke mana mencari pertolongan.
Namun NTBCare optimis, harapan untuk sembuh masih terbuka lebar. Keyakinan ini didasarkan pada pengalaman mereka menangani kasus serupa pada tahun 2023.
Saat itu, seorang anak bernama Ainun menderita kaki pengkor (club foot) yang cukup parah hingga nyaris tidak bisa berjalan.
Berkat pendampingan intensif selama hampir satu tahun, semangat relawan, dan dukungan keluarga, Ainun kini bisa berdiri dan berjalan dengan kaki yang kuat.
“Kaki pengkor bukanlah vonis seumur hidup. Ainun adalah bukti bahwa dengan terapi, pendampingan, dan semangat keluarga, anak-anak bisa pulih dan menjalani hidup yang lebih baik,” ujar Samsul, relawan NTBCare yang juga aktif di Yayasan Endris Foundation.
Samsul menambahkan, banyak anak dengan cerebral palsy lahir di tengah kondisi keluarga miskin yang minim informasi dan akses layanan kesehatan.
“Kami sering bertemu orang tua yang tidak tahu bahwa kondisi anaknya bisa diterapi. Mereka tidak punya BPJS, tidak punya biaya, dan yang paling menyedihkan, mereka juga tidak tahu harus bertanya ke siapa,” katanya.
Padahal, baik kaki pengkor maupun cerebral palsy bisa ditangani dengan terapi rutin dan alat bantu yang sesuai, seperti kursi roda khusus. Sayangnya, layanan terapi sebagian besar hanya tersedia di kota-kota besar, sedangkan keluarga yang membutuhkan tinggal di daerah terpencil dengan keterbatasan ekonomi.
Yayasan seperti Endris Foundation selama ini berupaya menjembatani kebutuhan itu dengan menyediakan alat bantu secara gratis bagi anak-anak penyandang disabilitas.
BACA JUGA : Ambulans Jenazah hingga Beasiswa Anak Dompu : Curhat Ketua RKD di Hadapan Gubernur dan Wagub NTB
“Kunci dari semuanya adalah edukasi dan pendampingan. Terapi bukan sekadar soal pengobatan, tapi soal kedisiplinan, kesabaran, dan keberanian orang tua untuk terus berjuang. Dan itu hanya bisa lahir bila mereka mendapat dukungan,” jelas Samsul.
Melihat kondisi ini, NTBCare mendorong pemerintah untuk hadir lebih dekat dengan masyarakat. Salah satu rekomendasinya adalah menghadirkan layanan terapi hingga ke tingkat Puskesmas dan desa, agar lebih mudah dijangkau warga yang membutuhkan.
“Kami mengajak semua pihak – pemerintah, tokoh masyarakat, dan relawan – untuk bergandengan tangan mengubah nasib anak-anak ini. Mereka tidak butuh belas kasihan, mereka butuh kesempatan dan perhatian,” tegas Samsul.
Kini, kasus cerebral palsy yang ditemukan di Lunyuk menjadi perhatian serius NTBCare. Mereka mulai melakukan asesmen, menjembatani anak tersebut ke layanan medis, serta menjalin kerja sama lintas lembaga untuk menyediakan alat bantu dan terapi lanjutan.
Harapannya, anak ini bisa menyusul Ainun, menjadi bukti bahwa keterbatasan bukan akhir dari segalanya.
“Kalau Ainun bisa, anak-anak lain juga bisa. Proses pemulihan memang panjang, tapi langkah pertama adalah memulainya,” tutup Samsul.
Keberadaan NTBCare dan relawan seperti Samsul menjadi cahaya harapan bagi keluarga yang selama ini hidup dalam gelapnya keterbatasan informasi dan akses layanan. Selain memberi bantuan langsung, mereka juga aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya deteksi dini dan terapi berkelanjutan.
Yulianti Komalasari warga Desa Maluk Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat pun merasakan manfaat nyata kehadiran NTBCare.
“Dulu rasanya mustahil mendapat informasi dan akses pengobatan. Tapi sejak ada NTBCare, semuanya jadi lebih mudah,” ujarnya.
Kisah Ainun hanyalah satu dari sekian banyak anak yang bisa sembuh jika diberi kesempatan. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah, relawan, dan komunitas menjadi kunci agar tidak ada lagi anak-anak yang terabaikan hanya karena mereka lahir berbeda.
Pewarta : Ridho
Redaktur : Feryal