Fahri Hamzah Politisi asal Sumbawa. Dok Detiknews
Sumbawa, SIAR POST – Keheningan Fahri Hamzah soal pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) kembali menuai sorotan tajam.
Dulu dikenal vokal, kini Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman itu disebut “bisu seribu bahasa” oleh publik. Netizen pun ramai-ramai meluapkan kekecewaan mereka di media sosial.
“Janji tinggal janji, sekarang sudah terbuai sejuknya AC dan empuknya kursi jabatan,” tulis Jaya DP di kolom komentar.
“Dulu kita dengar vokalnya keras, kritis, tapi ternyata itu hanya jembatan menuju singgasana. Tunggu saja lima tahun lagi datang berjanji lagi.”
Kritik keras juga datang dari Karlo Iswara, yang menyebut, “Jangan dipercaya kalau mukanya seperti Fahri. Banyak bohong dan munafik. Percuma jadi orang Tau Samawa kalau kontribusi untuk Pulau Sumbawa nol besar.”
Muhammad Zikril Hakim menilai, meski Fahri tak memiliki kewenangan langsung, ia seharusnya bisa menyampaikan aspirasi PPS kepada pihak istana. “Dia itu orang ring satu, apa salahnya berbisik ke menteri atau Presiden?”
BACA JUGA : Tano Ukir Sejarah Lagi: KP4S Kembali Blokade Pelabuhan, Desakan Provinsi Pulau Sumbawa Menggema
Netizen lain, Ark Sahputra, mengingatkan bahwa gaya Fahri berubah drastis. “Coba lihat sepak terjangnya dulu waktu oposisi, garang! Sekarang? Nyaman di kursi empuk.
“Jangan harap sosok itu lagi, berjuang sendiri saja kita sebagai orang Pulau Sumbawa,” katanya.
Komentar pendek nan tajam datang dari Abdurahim Cak: “Omon-omon.”
Sebelumnya, Ketua Umum Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP4S), Muhammad Sahril Amin, mengecam sikap diam Fahri Hamzah.
“Dulu dia bersumpah, katanya sudah salaman dengan Prabowo untuk PPS. Tapi sekarang? Bungkam. Kami akan temui dia langsung di Jakarta!” tegas Sahril.
Nama Fahri Hamzah dulu begitu identik dengan perjuangan pemekaran Sumbawa. Pernyataannya tentang keadilan pembangunan bahkan pernah menjadi headline di TV nasional. Tapi kini, suara itu lenyap, seolah terhisap kekuasaan.
KP4S juga menagih janji dari tokoh-tokoh NTB lainnya, seperti Zulkieflimansyah, Mori Hanafi, Maghdalena, dan Johan Rosihan. “Mereka ini dipilih rakyat Pulau Sumbawa. Sudah semestinya bersuara,” ujar Sahril.
Ia menegaskan, pemekaran bukan isu politik, melainkan kebutuhan mendesak. “Kontribusi Sumbawa ke APBN sangat besar dari sektor tambang. Tapi lihat sendiri, jalan rusak, fasilitas terbatas. PPS adalah solusi pemerataan,” katanya.
Sahril juga menyentil janji kampanye Prabowo yang pernah menyebut akan mendorong PPS dalam 100 hari pertama. “Tapi mana buktinya? Tidak ada dokumen, tidak ada aturan, bahkan tidak ada pernyataan publik. Jangan beri rakyat harapan palsu!”
BACA JUGA : Aksi Tano Jilid II Akan Digelar Lebih Besar, KP4S Ultimatum Pemerintah Pusat: Jangan Alasan Anggaran
KP4S memberi waktu tujuh hari kepada pemerintah dan para tokoh nasional untuk menyatakan sikap secara terbuka. Jika tidak, rakyat Pulau Sumbawa akan menggelar rapat akbar di Poto Tano dan tak menutup kemungkinan aksi besar-besaran seperti tahun 2013 akan diulang.
“Dulu kita bisa bergerak tanpa media sosial. Sekarang? Kekuatan rakyat jauh lebih besar. Jangan remehkan suara kami!” pungkas Sahril.
Catatan Redaksi:
Wacana PPS telah bergaung sejak awal 2000-an. Dukungan politik dan janji kampanye bertebaran, tapi hingga kini belum ada hasil nyata. Kini, rakyat tidak hanya menagih komitmen, tapi juga mengingatkan: kekuasaan adalah amanah, bukan tempat berlindung dari kritik.
Pewarta : Edo | Redaktur : Feryal