banner 728x250

TGB Akui Ketimpangan Pembangunan Lombok-Sumbawa: Ini Alasan Sumbawa Terasa Jauh Tertinggal

banner 120x600
banner 468x60

Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2008–2018 saat hadir di acara Mata Najwa beberapa tahun lalu. Dok istimewa

MATARAM, SIAR POST | Sebuah video lama yang menampilkan pernyataan Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2008–2018, kembali viral di media sosial.

banner 325x300



Video tersebut diunggah melalui akun Facebook Putra Kodak, yang memperlihatkan cuplikan TGB saat hadir dalam diskusi di acara Mata Najwa.

Dalam video itu, TGB menanggapi isu ketimpangan pembangunan antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.

TGB mengakui bahwa persoalan ketimpangan ini memang sering menjadi sorotan masyarakat, terutama dari wilayah timur NTB. Namun, menurutnya, ketimpangan itu bukan disebabkan oleh kebijakan anggaran yang tidak adil, melainkan oleh faktor geografis dan persepsi visual terhadap realisasi pembangunan.

BACA JUGA : Ratusan Massa Akan Geruduk Bandara dan Pelabuhan Bima: Desak Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa

“Saya memang mendengar, tidak hanya dari satu pihak, tetapi dari banyak pihak, tentang sinyal ketimpangan pembangunan antara barat dan timur, yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa,” kata TGB.

“Kalau dari sisi kebijakan anggaran, kami memastikan agar anggaran itu tetap berimbang, tambahnya, Namun, problemnya satu: Pulau Sumbawa itu jauh lebih luas dibandingkan Pulau Lombok.

Jadi, ketika kita tempatkan anggaran Rp50 miliar di Pulau Lombok, itu akan tampak mencolok karena wilayahnya kecil. Tapi jika anggaran yang sama ditaruh di Pulau Sumbawa, wujudnya tidak terlalu terasa karena wilayahnya sangat luas.

Pernyataan ini memicu berbagai reaksi dari warganet, terutama warga Pulau Sumbawa. Beberapa merasa bahwa pernyataan tersebut justru mengkonfirmasi ketidakmerataan pembangunan, sementara yang lain menilai bahwa pernyataan TGB cukup rasional secara kebijakan.

 




Respons Publik: Pro-Kontra di Dunia Maya

Akun bernama Kapten Kancil menyindir kebijakan pembangunan di Sumbawa yang dinilai tidak berdampak nyata bagi masyarakat lokal.

“Ngapain dibikinin pasar besar kalau nggak ada yang jadi pedagang? Ngapain kirim barang ke Lombok kalau nggak ada petani dari Sumbawa?” tulisnya tajam.

Namun, komentar tersebut dibalas oleh Arr Syam, yang menyebut bahwa ekonomi antara kedua pulau saling bergantung.

“Kalau nggak ada petani, nggak bakal ada rokok, cokelat, atau jus jeruk. Jangan saling menjatuhkan, karena semuanya saling membutuhkan.”

BACA JUGA : Dukungan Terus Mengalir, MIO KSB Desak Fahri Hamzah dan DPR RI Suarakan Percepatan Pemekaran PPS

Sejumlah warga lain juga menyoroti kondisi infrastruktur jalan di Sumbawa yang dinilai masih jauh tertinggal.

“Lihat saja jalan di Sumbawa, dari zaman SBY sampai Jokowi, banyak yang tidak tersentuh perbaikan,” kata Monk Prayuda.

“Kalau orang Sape punya urusan ke kantor gubernur, harus menempuh perjalanan berjam-jam ke Lombok. Bukankah sudah saatnya Sumbawa menjadi provinsi sendiri?” tambah akun Momomuat.

Komentar lainnya bahkan menyentil pejabat lokal yang dinilai tidak serius membenahi Sumbawa saat berkuasa.

“Kenapa waktu jadi gubernur dulu tidak teriak-teriak? Sekarang baru ribut, padahal waktu punya kuasa diam saja,” sindir Jayadi Sofian.



Kesimpulan: Masalah Struktural dan Persepsi

Pernyataan TGB memberikan sudut pandang kebijakan yang menarik, tetapi juga membuka kembali diskusi lama soal ketimpangan pembangunan antarwilayah di NTB. Ketimpangan ini tidak hanya bersifat anggaran, tetapi juga menyangkut efektivitas distribusi pembangunan dan rasa keadilan sosial masyarakat di kedua pulau.

Diskursus ini menegaskan perlunya pendekatan yang lebih partisipatif dan berbasis data dalam merancang pembangunan yang benar-benar merata di wilayah NTB, terutama bagi daerah-daerah yang secara geografis lebih luas namun kerap merasa terpinggirkan.

Redaksi___

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *