TGH Najamuddin Moestafa. Dok Lombok Post
MATARAM – Mantan anggota DPRD NTB dua periode, TGH. Najamuddin Moestafa, melontarkan protes keras terhadap keputusan Pemerintah Provinsi NTB yang memangkas anggaran Pokok Pikiran (Pokir) DPRD tahun 2025 sebesar Rp65 miliar.
Ia menilai, langkah ini bukan hanya bertentangan dengan semangat demokrasi dan konstitusi, tetapi juga mengkhianati arah kebijakan besar Presiden Prabowo Subianto tentang ketahanan pangan nasional.
“Anggaran Pokir ini adalah hasil legislasi resmi di tahun 2024. Prosesnya akademik, konstitusional, dan berbasis aspirasi rakyat dari reses anggota dewan. Tapi tiba-tiba anggaran itu tidak bisa dieksekusi di OPD karena dipotong atas perintah BPKAD,” tegas Najamuddin, Minggu (1/6/2025).
Najamuddin mengatakan dirinya telah mengkonfirmasi langsung ke Kepala BPKAD NTB, yang berdalih bahwa pemotongan dilakukan demi efisiensi anggaran.
Namun menurutnya, penjelasan tersebut tidak masuk akal karena program-program Pokir yang dipangkas justru mendukung ketahanan pangan, program prioritas Presiden Prabowo.
“Kalau bicara efisiensi, seharusnya yang dipotong itu rapat-rapat, perjalanan dinas, atau pengeluaran tidak produktif. Tapi ini justru Pokir yang menyasar jalan usaha tani, embung rakyat, irigasi pertanian, dan rabat jalan desa yang dihapus. Ini artinya mereka tak paham visi Presiden,” ujarnya.
Ia juga mengungkap telah menghubungi Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal dan Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaedah. Namun respons yang ia terima justru membuatnya kecewa.
“Saya telepon langsung, tapi mereka malah saling lempar tanggung jawab. Ini jelas menunjukkan ada yang disembunyikan. Ini bukan cara memimpin yang sehat,” ucapnya tegas.
Menurutnya, pemotongan tersebut tidak hanya menghentikan program yang sudah siap direalisasikan, tetapi juga berpengaruh buruk terhadap roda ekonomi daerah. Terlebih hingga memasuki triwulan kedua, tidak ada satu pun proyek Pokir yang dikontrak.
“Kita bukan ribut karena Pokir, tapi karena ini program rakyat. Mereka sudah menunggu. Harusnya triwulan pertama sudah mulai jalan. Tapi sekarang, ekonomi NTB malah lesu karena belanja pemerintah mandek,” katanya.
Ia juga berpendapat bahwa realisasi pokir DPRD yang jumlahnya sekitar Rp365 Miliar juga berkontribusi pada anjloknya pertumbuhan ekonomi daerah yang mencapai minus 1,4 persen.
Karena seharusnya pemerintah mengutamakan program yang menyentuh langsung kebutuhan dasar rakyat.
TGH. Najamuddin meminta Presiden Prabowo melalui Menteri Dalam Negeri untuk turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Ia menilai, tindakan Gubernur NTB justru mencoreng nama Presiden dan mengkhianati arah pembangunan nasional.
“Nama Presiden Prabowo bisa rusak kalau anak buahnya di daerah justru membatalkan program-program yang mendukung ketahanan pangan. Ini pertama kali saya lihat, ada gubernur yang memotong Pokir DPRD seenaknya padahal sudah sah secara hukum,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa percakapannya dengan Gubernur NTB dan Baiq Isvie Rupaedah sudah dikantongi nya sebagai bukti bahwa dua pemimpin lembaga tersebut saling lempar dan tidak mengakui terkait siapa dalang dari pemangkasan pokir tersebut.
“Rekaman itu bukti kuat. Baik gubernur maupun Ketua DPRD harus bertanggung jawab atas kekacauan ini,” tutupnya.
Media ini telah mencoba menghubungi Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaedah untuk meminta klarifikasi, namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi.
Redaksi___
BACA JUGA : Kongres Akbar dan Aksi Tano Jilid 4 Akan Digelar, Peringati 12 Tahun Perjuangan Provinsi Pulau Sumbawa
BACA JUGA : Duka di Bima: Tangan Balita 1 Tahun Diamputasi Diduga Akibat Infeksi Jarum Infus, Orang Tua Lapor Polisi