Ahli pidana dari Universitas Mataram saat memberikan keterangan dalam Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Mafia Tanah di PN Mataram. Foto istimewa
/Gugatan praperadilan Sudirman, Bongkar Kejanggalan Kasus Tipikor Dibungkus “Mafia Tanah”?
Mataram (SIAR POST) – Kasus dugaan mafia tanah yang menyeret nama Sudirman di Desa Sekongkang Bawah, Kabupaten Sumbawa Barat, kini memasuki babak baru.
Penetapan Sudirman sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Barat digugat melalui praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Sidang yang digelar pada Jumat, 20 Juni 2025, mengungkap sejumlah kejanggalan prosedural dalam proses hukum yang dilakukan pihak kejaksaan.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum menghadirkan sejumlah saksi dan ahli Pidana dari Universitas Mataram.
Kuasa hukum Sudirman dari MES Law Office & Partners, Muh. Erry Satriyawan, SH, MH, CPCLE, menyebut bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya sarat pelanggaran hukum dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tak pernah diterima klien kami. Padahal berdasarkan aturan yang dijelaskan juga oleh ahli tadi, SPDP wajib diterima terlapor paling lambat tujuh hari sejak penyidikan dimulai,” ujar Erry usai sidang.
Tak hanya itu, menurut Erry, Sudirman tak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka, sebuah prosedur yang telah diwajibkan oleh MK dalam putusannya.
“Sampai hari ini, sejak penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka, klien kami tak pernah diperiksa sama sekali. Ini jelas melanggar hukum,” tegasnya.
Lebih jauh, Erry juga menyoal penyitaan 13 aset tanah milik Sudirman dan istrinya. Menurutnya, sebagian tanah tersebut merupakan warisan keluarga dan sebagian dibeli secara sah, bahkan sebelum Sudirman memiliki keterkaitan dengan jabatan publik.
BACA JUGA : Wujudkan Polisi Humanis, Kapolresta Mataram Dukung Penguatan Zona Integritas Polri
“Saksi-saksi yang kami hadirkan adalah pemilik lama tanah. Mereka membenarkan bahwa tanah dijual secara sah dan tak ada kaitan dengan tindak pidana. Bahkan, mertua klien kami menyatakan ada tanah yang diwariskan kepada istrinya,” ungkapnya.
Kasus Tipikor Dibungkus “Mafia Tanah”?
Erry mempertanyakan landasan hukum Kejari Sumbawa Barat dalam mengusut kasus ini di bawah undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor), padahal mereka menuduh Sudirman terlibat praktik mafia tanah.
“Mafia tanah itu, menurut KBBI, adalah kelompok terorganisir. Klien kami dijadikan tersangka sendirian, tanpa ada satu pun pihak lain yang diseret bersama. Di mana unsur kelompoknya?” tanya Erry.
Ia juga menyoroti tidak adanya audit resmi terkait kerugian negara dalam perkara ini. Seperti yang dijelaskan ahli dari Unram, putusan MK telah menegaskan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi harus konkret dan dibuktikan melalui audit resmi dari BPK atau BPKP, namun dalam kasus ini tidak ada nilai kerugian negara.
“Seluruh tanah itu bukan dibeli dengan uang negara, tidak dibeli dengan dana desa, dan tidak pula menghilangkan aset negara. Jadi dari mana kerugiannya?” tandasnya.
Sudirman sendiri saat ini sedang menjalani hukuman atas perkara lama yang tak jauh berbeda. Namun anehnya, ia kembali dijadikan tersangka dengan pasal yang sama tanpa pernah diperiksa.
“Ini ironis, seseorang sedang menjalani hukuman, malah ditersangkakan lagi dengan perkara serupa, dan prosesnya pun tanpa pernah dimintai keterangan,” kata Erry.
Respons Kejari Sumbawa Barat: Proses Masih Berjalan
Sebelumnya, Kasi Intelijen Kejari Sumbawa Barat, Benny Utama, saat dikonfirmasi mengaku bahwa pihaknya telah menerima surat gugatan praperadilan dan akan menghadiri sidang sesuai jadwal.
“Kami masih mendalami kasus ini. Terkait kerugian negara, proses penyidikan masih berjalan, jadi belum bisa kami sampaikan angka pastinya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Pertanahan Sumbawa Barat, Dick Atmawijaya menyebut bahwa semua sertifikat tanah Sudirman diterbitkan sesuai prosedur dan tak pernah digugat.
“Prosedurnya sesuai, dan sejauh ini tak pernah ada gugatan atau keberatan atas sertifikat-sertifikat itu. Yang ada hanya blokir dari Kejaksaan dan sita dari pengadilan,” jelas Dick.
Sidang praperadilan ini menjadi ujian integritas bagi Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat dalam menjalankan proses hukum secara adil dan transparan.
Mampukah Kejaksaan membuktikan kasus mafia tanah ini bukan sekadar alat pembunuhan karakter? Ataukah praperadilan akan membuka borok kelam dari praktik hukum yang melanggar prosedur?
Redaksi___