Sumbawa Barat, SIAR POST – Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp25,3 miliar untuk TK/PAUD, SD, dan SMP di Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2024, ternyata tidak seluruhnya digunakan sebagaimana mestinya.
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya berbagai pelanggaran serius dan sistematis di sejumlah sekolah penerima.
Dari laporan audit yang diterbitkan BPK, sedikitnya ditemukan empat kategori pelanggaran utama, mulai dari LPJ yang tidak disampaikan, penggunaan dana tanpa bukti, belanja di luar RKAS, hingga penggelembungan harga dan insentif ilegal.
BACA JUGA : Geger di Bima! Suami Grebek Istri Berstatus ASN Bersama Pria Lain, Lapor Polisi soal Dugaan Persetubuhan
LPJ Mangkrak: Empat Sekolah Tak Lapor Dana Rp261 Juta
Dalam aturan teknis Kemendikbudristek, setiap sekolah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan dana BOSP sebagai syarat pencairan tahap selanjutnya.
Namun hasil pemeriksaan menunjukkan empat sekolah belum melaporkan dana total Rp261.425.000. Salah satu yang paling menonjol adalah:
SDN Bangkat Monteh: belum menyampaikan LPJ dua tahap pencairan BOSP dengan nilai total Rp231,8 juta.
Bahkan pihak operator BOSP tidak memverifikasi dokumen yang diklaim sudah diserahkan. Akibatnya, dana tahap I 2025 tetap dicairkan tanpa dasar hukum yang sah.
TK Islam Yayasan Taliwang, PAUD Deca Anugerah, dan SPS Kasih Ibu Sermong juga belum menyampaikan LPJ dengan alasan beragam: dari kepala sekolah yang sakit hingga rencana penutupan lembaga.
LPJ Kosong & Bukti Tak Lengkap: Dana Rp207 Juta Diduga Fiktif
Hasil uji petik BPK juga mengungkap bahwa sebanyak Rp207,5 juta dana BOSP di sejumlah sekolah tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang sah.
Temuan ini tersebar di 17 sekolah dari semua jenjang. Modusnya antara lain:
Nota belanja tanpa cap toko.
Surat perjalanan dinas tidak dibuat.
Faktur yang diterbitkan pihak sekolah sendiri, bukan dari penyedia jasa.
Nota kosong diberi stempel seolah-olah sah.
Bendahara BOSP di beberapa sekolah berdalih “meniru kebiasaan lama” karena kesulitan mendapatkan stempel dari pihak ketiga. Padahal ini berpotensi melanggar hukum dan mengarah pada manipulasi data keuangan.
Dana Digunakan di Luar RKAS: Rp343 Juta Tak Sesuai Aturan
BPK mencatat adanya penggunaan dana BOSP sebesar Rp343,3 juta yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis dan di luar rencana anggaran sekolah (RKAS). Beberapa sekolah yang terlibat antara lain:
SMPN 03 Taliwang – Tercatat sebagai sekolah dengan pelanggaran terbesar, yakni Rp106,1 juta dipakai untuk pembelian barang di luar anggaran yang dirancang dan pemahalan harga.
SDN 01 Taliwang – Dana Rp61,4 juta digunakan untuk insentif guru, sepatu untuk upacara 17 Agustus, dan bahkan iuran sekolah yang tidak direncanakan.
SDN Bangkat Monteh – Selain LPJ bermasalah, sekolah ini juga menggunakan dana Rp42,4 juta untuk insentif dan iuran guru yang tidak masuk dalam RKAS.
SMPN 01 dan 04 Brang Rea – Masing-masing mengalokasikan dana untuk honorarium dan operasional bendahara tanpa dukungan teknis dan dokumentasi yang sah.
Dana Disisihkan untuk Operasional Sekolah di Luar Mekanisme
Ironisnya, sebagian sekolah justru sengaja menyisihkan dana BOSP untuk kebutuhan operasional harian sekolah yang tidak tercantum dalam RKAS. Nilai penyisihan ini mencapai Rp119,9 juta. Contohnya:
SDN Mantar menyisihkan Rp14,4 juta
SDN Seminar menyisihkan Rp6 juta
SMPN 01 Brang Rea menyisihkan Rp28,6 juta
Modusnya, bendahara menulis sendiri nota pembelian dan meminta toko memberi cap agar tampak sah. Dana sisa kemudian digunakan untuk belanja lain tanpa prosedur.
Kelebihan Bayar dan Harga Digelembungkan: Kerugian Daerah Nyata