banner 728x250

SPMB dan Zonasi Dikeluhkan Warga: Akses Sekolah Favorit Dinilai Masih Diskriminatif

Dua siswa sekolah dasar asal Sumbawa Barat Afrizal dan Ferisya berjalan melewati sebuah jembatan usai pulang sekolah dengan foto Ketua KI NTB Suaib Qury

banner 120x600
banner 468x60

Mataram, SIAR POST – Di tengah berlangsungnya proses Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025, sejumlah kalangan menyoroti sistem zonasi dan biaya pendidikan yang dinilai masih menjadi penghalang bagi siswa dari keluarga kurang mampu.

banner 325x300

Komisioner Komisi Informasi Provinsi NTB, Suaeb Qury, menyebut bahwa akses pendidikan yang seharusnya inklusif dan setara justru masih menjadi mimpi mahal bagi sebagian masyarakat.

Ia menilai, sistem seleksi saat ini secara tidak langsung menguntungkan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.

“Pendidikan gratis itu hanya jargon. Faktanya, biaya siluman dalam bentuk seragam, iuran komite, buku, dan kegiatan ekstrakurikuler masih banyak ditemukan, bahkan di sekolah negeri,” kata Suaeb, Jumat (4/7/2025) kemarin.

BACA JUGA : Seragam Sekolah Jenjang SD Hingga SMA Akan Diganti, Begini Aturan Baru Mendikbudristek

SPMB Dinilai Belum Ramah Bagi Siswa Kurang Mampu

SPMB yang meliputi jalur SNBP, SNBT, dan Mandiri semestinya membuka peluang lebih luas bagi siswa berprestasi dari seluruh kalangan.

Namun menurut Suaeb, realitasnya banyak siswa dari keluarga miskin tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi karena terkendala biaya pendaftaran, transportasi, hingga persiapan akademik yang memerlukan fasilitas tambahan seperti bimbingan belajar.

“Anak-anak miskin ini kalah bukan karena tidak mampu secara intelektual, tapi karena sistem seleksi tetap menuntut kemampuan ekonomi. Bahkan di jalur afirmasi pun masih banyak yang gugur karena faktor teknis dan administratif,” jelasnya.

Zonasi Dianggap Tidak Efektif

Sistem zonasi dalam PPDB tingkat SMP dan SMA juga dianggap belum efektif memberikan akses yang adil.

Beberapa orang tua siswa melaporkan adanya praktik manipulasi domisili untuk mengakali sistem zonasi demi masuk ke sekolah unggulan.

“Sistem zonasi itu tujuannya baik, tapi di lapangan muncul banyak masalah baru, termasuk diskriminasi lingkungan dan budaya sekolah terhadap siswa dari keluarga kurang mampu,” ujar Suaeb.

BACA JUGA : Merajut Asa, Hidupi Keluarga Dengan Jualan Gorengan Keliling.

Sekolah Favorit Masih Didominasi Siswa dari Keluarga Mampu

Sekolah favorit, baik negeri maupun swasta, menurutnya masih belum menjadi ruang inklusi yang adil.

Siswa dari keluarga tidak mampu harus bersaing dengan mereka yang memiliki fasilitas penunjang belajar lebih lengkap, seperti akses internet stabil, laptop pribadi, dan bimbingan belajar mahal.

“Setelah lolos pun perjuangan mereka belum selesai. Ketimpangan sosial dan tekanan akademik tetap menjadi beban,” tambah Suaeb.

Suaeb mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi biaya dan sistem seleksi pendidikan secara menyeluruh.

Ia juga mengingatkan bahwa impian Indonesia menuju Generasi Emas 2045 hanya akan terwujud jika semua anak, tanpa terkecuali, mendapatkan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan belajar.

“Kalau pendidikan masih mahal dan diskriminatif, maka Generasi Emas 2045 hanya akan jadi mitos indah yang tak pernah nyata,” pungkasnya.

Redaksi____

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *