banner 728x250

Perempuan, Tubuh, dan Tuhan: Buku Mufidah yang Menggugat Sunyi dalam Iman Maskulin

banner 120x600
banner 468x60

Mataram, SIAR POST – Tubuh perempuan bukan sekadar wadah kehidupan. Ia adalah ruang sakral, tempat spiritualitas bernaung, dan medan tafsir yang sering disingkirkan dalam sejarah keimanan manusia.

banner 325x300

Itulah pesan sunyi namun menggetarkan yang ditawarkan buku Perempuan sebagai Simbolis Adanya Tuhan, karya Mufidah, penulis muda yang menggugah kesadaran melalui prosa kontemplatifnya.

Buku tipis terbitan Penerbit Adab tahun 2024 ini membawa pembaca masuk ke dalam semesta batin seorang perempuan. Tanpa tokoh, tanpa plot klasik, dan tanpa konflik dramatis, Mufidah justru menantang struktur naratif umum dengan menghadirkan potongan-potongan perenungan eksistensial yang kuat dan tak mudah dilupakan.

BACA JUGA : Geger di Bima! Suami Grebek Istri Berstatus ASN Bersama Pria Lain, Lapor Polisi soal Dugaan Persetubuhan

“Tuhan kadang tinggal di tubuh perempuan yang tak berhenti berdarah. Bukan karena dosa, tapi karena dunia terlalu kaku untuk mendengarnya menangis.” Kalimat ini menjadi salah satu fragmen paling mengguncang dari buku yang terdiri dari sekitar 100 halaman itu.

Dalam dunia yang masih terlalu gaduh oleh tafsir laki-laki atas Tuhan, Mufidah menghadirkan bisikan halus namun menggugat: mungkinkah Tuhan juga berbicara dalam bahasa rahim, darah, dan air mata?

Buku ini lahir bukan dari ambisi ideologis, tetapi dari kegelisahan personal—dari seorang perempuan yang merasa tubuh dan suaranya kerap dikecualikan dari ruang iman.

Ia tidak sedang menantang kitab atau doktrin secara langsung, melainkan mengajak pembaca membuka jendela baru dalam memahami spiritualitas yang lebih membumi dan manusiawi.

BACA JUGA : POBSI Kota Mataram Klarifikasi Isu Pungli: Turnamen Biliar Tetap Gratis, Tak Ada Paksaan 5 Persen

Dengan gaya bahasa puitik yang menyerupai desahan napas panjang, Mufidah tidak sedang menggurui. Ia menulis untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan perempuan-perempuan lain yang selama ini terasing di tubuh mereka sendiri.

Perempuan yang tubuhnya dilihat hanya sebagai objek, bukan sebagai ruang kudus tempat Tuhan bisa hadir dalam bentuk paling lembut: pelukan.

Sebagai karya yang masuk dalam kategori fiksi feminis puitis, buku ini menghadirkan pendekatan spiritual yang sangat personal.

Ia menyodorkan ruang perenungan bagi siapa saja yang ingin memahami keberadaan perempuan tidak sekadar dalam oposisi antara suci dan najis, tetapi sebagai jembatan antara manusia dan Ilahi.

Bagi Mufidah, iman bukan sekadar dogma, melainkan keberanian untuk memeluk luka dan air mata sebagai bagian dari sakralitas. Ia menyadari, banyak perempuan hidup dalam tubuhnya sendiri seperti di negeri asing—terasing dari makna, dari penghormatan, dan dari cinta yang adil.

Lewat buku ini, Mufidah tidak menawarkan solusi, tapi jalan pulang. Jalan pulang menuju tubuh sendiri, menuju spiritualitas yang lebih inklusif, dan menuju pemaknaan ulang atas Tuhan yang tidak hanya laki-laki, tidak hanya maskulin, tapi bisa hadir dalam rahim, darah, dan diam.

Perempuan sebagai Simbolis Adanya Tuhan bukan sekadar buku. Ia adalah cermin. Dan barangkali, dalam cermin itu, kita akan melihat wajah Tuhan yang berbeda—lebih lembut, lebih mendengar, lebih dekat dengan air mata kita sendiri.

Redaksi___

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *