‎Akad Lombok Utara Desak Kepastian Aset Desa, Nilai Rakor Pemda Hanya Berputar di Tempat



‎LOMBOK UTARA, SIARPOST — Rapat koordinasi yang kembali digelar Pemerintah Kabupaten Lombok Utara pada Rabu (26/11) di Aula Bupati dinilai tidak memberi perkembangan berarti bagi para kepala desa. Pembahasan yang disampaikan dianggap hanya mengulang persoalan lama, tanpa memberikan keputusan tegas terkait desa-desa yang tidak memiliki aset lahan untuk pembangunan kantor maupun gudang desa.

‎Ketua Asosiasi Kepala Desa (Akad) Lombok Utara, Budiawan, menyatakan bahwa rakor hari ini pada dasarnya sama dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya yang sudah berulang kali diikuti oleh para kepala desa.

‎“Terus terang, rapat hari ini jatuhnya sama saja dengan rapat-rapat sebelumnya. Sudah sering dibahas, tapi tidak ada keputusan. Kami butuh komitmen, bukan sekadar format rapat,” tegas Budiawan.

‎Menurut Budiawan, persoalan yang mendesak adalah keberadaan desa-desa yang tidak memiliki lahan atau aset yang memenuhi syarat untuk pembangunan sarana perkantoran desa. Sementara pemerintah pusat meminta percepatan pembangunan fisik, desa-desa ini justru tidak mendapatkan jawaban pasti dari pemerintah daerah.

‎Ia menekankan bahwa sebagian desa sebenarnya memiliki opsi menggunakan lahan milik Pemda, namun belum jelas apakah statusnya kelak berupa pinjam pakai atau sewa.

‎“Kami minta Pemda bersikap. Apakah nanti memakai skema pinjam pakai, sewa, atau pola lain? Kami butuh jawaban resmi supaya desa punya ruang gerak,” ujarnya.

‎Contoh konkret disebutkan berasal dari Pemkab Lombok Timur, yang telah memberikan status pinjam pakai kepada desa-desa, bahkan membuka peluang hibah apabila pemanfaatannya terbukti berhasil.

‎Budiawan menilai rakor hanya mengulang pola diskusi tanpa tindak lanjut nyata, padahal percepatan pembangunan menjadi prioritas nasional.

‎“Pusat bahkan presiden meminta percepatan. Sementara kita di daerah selalu terjebak dalam rutinitas rapat tanpa hasil. Kami ingin Bupati segera mengambil sikap,” tegasnya.

‎Ia menambahkan bahwa kebutuhan lahan minimal 6 are untuk pembangunan kantor atau gerai layanan desa sebenarnya masih bisa disesuaikan dengan kondisi geografis. Namun fleksibilitas itu butuh keputusan resmi dari Pemda.

‎Budiawan menegaskan bahwa desa-desa siap mengikuti skema apa pun pinjam pakai maupun sewa selama Pemda memberikan keputusan hitam di atas putih.

‎“Yang penting ada sikap resmi. Kami siap mengikuti aturannya. Kalau pinjam pakai, kami ikut. Kalau sewa, kami ikut. Yang penting lahan disediakan dulu,” jelasnya.

‎Dengan desakan itu, Akad Lombok Utara berharap Pemda segera mengeluarkan komitmen dan kebijakan konkret agar percepatan pembangunan kantor desa dapat berjalan dan tidak terhenti pada rapat-rapat yang hanya mengulang pembahasan lama.(Niss)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *