Insentif Dokter Spesialis Sumbawa Turun Jadi Rp5 Juta? Potensi Eksodus, Ini Penjelasan Lengkap RSUD

Gedung RSUD Sumbawa. Dok Dinamika global

Sumbawa, SIAR POST – Isu pemotongan insentif dokter spesialis di Kabupaten Sumbawa kembali menjadi perbincangan hangat. Kabar ini bahkan memicu kekhawatiran akan terulangnya eksodus dokter spesialis, yang berpotensi berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.

Namun, jika dicermati secara utuh, pengurangan insentif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumbawa pada tahun 2026 tidak serta-merta berarti penurunan total pendapatan dokter spesialis. Justru, secara akumulatif, penerimaan mereka dinilai lebih besar dibanding tahun sebelumnya.

Direktur Utama RSUD Sumbawa, Mega Harta, menjelaskan bahwa pada tahun 2025 insentif dokter spesialis sepenuhnya berasal dari APBD dengan besaran Rp30 juta per bulan. Sementara pada tahun 2026, insentif dari APBD memang turun menjadi Rp5 juta.

Namun penurunan itu ditutup oleh insentif khusus dari Pemerintah Pusat sebesar Rp30 juta, yang diberikan kepada dokter spesialis yang bertugas di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), termasuk Kabupaten Sumbawa.
Kebijakan tersebut telah ditetapkan pemerintah pusat dan akan berlaku mulai tahun 2026.

“Kalau dihitung total, dokter spesialis tetap menerima Rp35 juta per bulan, Rp5 juta dari Pemda dan Rp30 juta dari Pemerintah Pusat. Tahun sebelumnya hanya Rp30 juta dan itu murni dari daerah,” jelas Mega Harta saat diwawancarai melalui WhatsApp, Rabu (24/12/2025).

Mega Harta juga meluruskan isu bahwa tidak ada pemotongan insentif yang dilakukan berulang kali. Ia memaparkan, saat mulai bertugas di RSUD Sumbawa pada Agustus 2024, insentif dokter spesialis justru berada di angka yang relatif kecil.

“Waktu itu insentif dokter spesialis dasar hanya Rp15 juta, dan dokter penunjang Rp12,5 juta. Kondisi ini membuat dokter sulit bertahan dan juga menyulitkan kami mendatangkan dokter baru,” ungkapnya.

Atas dasar itu, pihak RSUD bersama Dewan Pengawas dan Pemerintah Daerah mengusulkan kenaikan insentif pada tahun 2025 menjadi Rp30 juta untuk dokter spesialis dasar dan Rp25 juta untuk dokter penunjang.

“Jadi bukan dipotong berkali-kali. Justru sempat dinaikkan signifikan di 2025,” tegasnya.

Penurunan porsi insentif dari APBD pada 2026, lanjut Mega Harta, bukan kebijakan RSUD semata, melainkan dampak dari efisiensi anggaran daerah. Kabupaten Sumbawa disebut mengalami pengurangan alokasi dana operasional hingga sekitar Rp558 miliar, hampir seperempat dari dana yang biasa diterima.

“Pemda juga harus berhemat. Semua sektor terkena efisiensi, termasuk insentif ini. Apalagi sekarang dokter sudah mendapatkan tunjangan khusus dari pusat,” ujarnya.

Selain itu, Pemda Sumbawa juga mempertimbangkan perbandingan insentif di kabupaten lain di NTB, seperti Bima, Dompu, Lombok Utara, dan Sumbawa Barat, yang masing-masing memiliki kemampuan fiskal dan kebijakan berbeda.

Kekhawatiran Dokter dan Risiko Eksodus

Meski demikian, di kalangan dokter spesialis sendiri, kebijakan ini tetap menimbulkan kekhawatiran. Seorang dokter spesialis di RSUD Sumbawa yang enggan disebutkan namanya mengaku cemas bila kebijakan ini tidak dipahami secara utuh oleh pimpinan daerah.

“Kami khawatir Pak Bupati tidak mendapat informasi yang lengkap. Seolah-olah kami ini hanya mengejar uang,” ujarnya.

Ia menambahkan, untuk menjaga kompetensi, dokter spesialis harus mengikuti 4–5 seminar setiap tahun dengan biaya pribadi berkisar Rp10–20 juta per kegiatan. Di sisi lain, risiko profesi seperti gugatan hukum juga menjadi beban tersendiri.

“Kami sudah terlanjur cinta dengan daerah ini. Kami percaya Pak Bupati sosok pemimpin yang bijak dan bisa melihat persoalan ini secara utuh,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI secara terbuka menyatakan tidak menghendaki pemotongan insentif daerah, meski dokter telah menerima tunjangan khusus dari pusat. Menkes berharap daerah tetap memberikan dukungan tambahan agar dokter spesialis betah, termasuk penyediaan rumah dinas, kendaraan dinas, dan jaminan keamanan.

Mega Harta mengakui, secara ideal, insentif daerah memang sebaiknya tetap dipertahankan. Namun dalam kondisi fiskal saat ini, Pemda meminta permakluman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *