Sanksi Pidana Jika Terjadi Kecelakaan karena Jalan Rusak, Kemana Gugatan Ditujukan?
SIARPOST.com | Terkait dengan jalan rusak, terdapat 2 hal yang harus dilakukan penyelenggara jalan berdasarkan Pasal 24 UU LLAJ, yakni:
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan harus segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas;
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak, jika belum dapat dilakukan perbaikan jalan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Dikutip dari Hukumonline.com, Adapun yang dimaksud kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Baca juga : Pemerintah Buka Lowongan CPNS-PPPK September 2023, Untuk 1,030 Juta Formasi
Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, itu artinya tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
Perlu diketahui bahwa menurut Pasal 273 ayat (1) UU LLAJ, apabila penyelenggara jalan yaitu pemerintah pusat/pemerintah daerah yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) UU LLAJ sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12 juta.
Jika karena kerusakan jalan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.[10] Jika mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta.
Penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) UU LLAJ dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp1.5 juta.
Baca juga : PLN Berencana Tiang Listrik Akan Jadi Stasiun Pengisian Baterai Kendaraan Mobil Listrik
Sanksi pidana di atas merupakan hal yang wajib diperhatikan oleh penyelenggara jalan yaitu pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah atas kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan jalan yang rusak.
Menggugat Jalan Rusak yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah harus melindungi keselamatan masyarakat dengan segera memperbaiki jalan atau memberikan tanda terhadap jalan rusak apabila belum dapat dilakukan perbaikan jalan. Jika pemerintah tidak melakukan hal yang diperintahkan oleh undang-undang tersebut, maka pemerintah dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum (“PMH”).
Adapun dasar hukum mengenai PMH dapat ditemukan di dalam Pasal 1365 KUHPerdatayang berbunyi:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Perlu dipahami bahwa ada 2 jenis PMH menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu:
PMH (onrechtmatige daad);
PMH oleh Penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).
Adapun unsur PMH berdasarkan pasal di atas adalah:
adanya perbuatan;
perbuatan itu melawan hukum;
adanya kerugian;
adanya kesalahan; dan
adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan.
Kelima unsur di atas bersifat kumulatif, sehingga satu unsur saja tidak terpenuhi akan menyebabkan seseorang tak bisa dikenakan pasal PMH. Mengenai batasan PMH yang dilakukan pemerintah terkait jalanan yang rusak, dapat dilihat di Pasal 24 UU LLAJ sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Baca juga : Siapkan Munaslub, Anas Urbaningrum Kembali Nyemplung di Kolam Politik Jadi Ketum PKN
Kemudian, perlu diperhatikan pula dimana kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak itu terjadi. Jalan umum pada dasarnya dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.[13] Pada setiap kategori jalan tersebut wajib diberikan identitas setiap ruas jalan seperti kode, maka, dan angka.
Adapun terkait dengan wewenang pemerintah pada setiap kategori jalan adalah sebagai berikut.
Pemerintah pusat berwenang dalam penyelenggaraan jalan nasional;
Pemerintah provinsi berwenang dalam penyelenggaraan jalan provinsi;
Pemerintah kabupaten berwenang dalam penyelenggaraan jalan kabupaten, pengaturan jalan desa, dan pembinaan jalan desa;
Pemerintah kota berwenang dalam penyelenggaraan jalan kota, pengaturan jalan desa dan pembinaan jalan desa dalam wilayah kota; Pemerintah desa berwenang dalam penyelenggaraan jalan desa.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan kecelakaan akibat jalan rusak siapa yang bertanggung jawab? Yaitu tergantung pada kategori jalan. Perlu diperhatikan bahwa untuk menggugat jalan rusak dengan PMH, maka ditujukan kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki wewenang dalam penyelenggaraan jalan.
Untuk jalan nasional berarti gugatan PMH ditujukan kepada pemerintah pusat;
Untuk jalan provinsi berarti gugatan PMH ditujukan kepada pemerintah provinsi;
Untuk jalan kabupaten berarti gugatan PMH ditujukan kepada pemerintah kabupaten;
Untuk jalan kota berarti gugatan PMH ditujukan kepada pemerintah kota;
Untuk jalan desa berarti gugatan PMH ditujukan kepada pemerintah desa atau pemerintah kabupaten/kota.
Lantas, kemana mengajukan gugatan PMH oleh penguasa atau onrechtmatige overheidsdaad? Selengkapnya dapat Anda baca dalam artikel Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad)
Baca juga : Pemerintah Pangkas 27.000 Aplikasi Milik Pegawai Pemerintah, Agar Pelayanan Tak Rumit
Penyelenggaraan Jalan
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai penyelenggaraan jalan dan pihak yang terkait di dalamnya. Menurut Pasal 1 angka 5 PP 34/2006:
Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.
Sementara, penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.
Dapat dipahami bahwa penyelenggara jalan melaksanakan fungsi dari penyelenggaraan jalan.
Lalu apakah definisi dari jalan? Pasal 1 angka 12 UU LLAJmenjelaskan:
Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.
Selanjutnya gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan disebut lalu lintas yang merupakan salah satu bagian dari lalu lintas dan angkutan jalan (“LLAJ”).
LLAJ berdasarkan Pasal 3 UU LLAJ diselenggarakan dengan tujuan:
terwujudnya pelayanan LLAJ yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Penyelenggaraan LLAJ dilakukan secara terkoordinasi, diantaranya dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
urusan pemerintahan di bidang jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang jalan;
urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana LLAJ, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana LLAJ.
Wewenang Penyelenggaraan Jalan
Perlu dipahami bahwa wewenang penyelenggaraan jalan ada pada:
Pemerintah pusat, adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, meliputi jalan secara umum dan jalan nasional.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, meliputi jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.
Penyelenggaraan jalan umum oleh pemerintah dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan.
Penyelenggaraan jalan provinsi oleh pemerintah daerah dilaksanakan oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Sementara penyelenggaraan jalan kabupaten/kota dan jalan desa oleh pemerintah daerah dilaksanakan oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Diperinci lagi bahwa pemerintah dalam wewenangnya untuk penyelenggaraan jalan secara umum meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan secara makro sesuai kebijakan nasional. Penyelenggaraan jalan secara umum meliputi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
Kemudian berdasarkan Pasal 4 Perpres 27/2020, terdapat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (“PUPR”) yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 huruf a Perpres 27/2020 Kementerian PUPR menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan jalan.