Lombok Barat, SIARPOST.COM | Sampah di beberapa titik di Kabupaten Lombok Barat masih saja terlihat menumpuk seolah dibiarkan dan tidak ada penanganan dari Pemerintah Desa maupun Pemda Lombok Barat sendiri. Berbagai alasan yang melatar belakangi sehingga sampah-sampah tersebut seolah tidak diurus.
Seperti di Desa Taman Sari, tepatnya di dekat perbatasan jalan menuju Desa Dopang. Berhari-hari sampah menumpuk seolah pemerintah tak mau peduli dengan keberadaan sampah yang dikeluhkan masyarakat.
Baca juga : Bertemu Menkes RI, Bupati Dompu Usulkan Peningkatan Status Puskesmas Calabai Jadi RSU
Efek buruk dari hadirnya sampah ini selain mengganggu pengguna jalan, juga bau dan akan mengakibatkan wabah penyakit masyarakat. Perlu ada pengelolaan yang benar-benar maksimal dilakukan.
Begitu juga penumpukan sampah di Desa Dopang tidak patut terjadi, karena sampah akan menyebabkan banyak efek buruk bagi kesehatan dan hidup masyarakat.
Sejumlah desa lain pun masih banyak terlihat penumpukan sampah, di Desa Sesele, aliran saluran drainase di pinggir jalan di desa itu pada musim hujan pun ditimpuki sampah yang keluar hingga ke jalan.
Pemerintah daerah melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Hermansyah beberapa waktu lalu mengaku bahwa sejumlah infrastruktur pengelolaan sampah di Lombok Barat masih sangat terbatas, baik itu pada armada pengangkut, anggaran operasional yang minim maupun personil atau petugas lapangan. Sementara jumlah sampah di kabupaten tersebut cukup banyak.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan kebiasaan buruk dan kesadaran masyarakat masih sangat minim sehingga masih banyak membuang sampah sembarangan atau bukan ditempatnya.
Pengelolaan sampah yang belum maksimal tersebut tidak sejalan dengan deklarasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang salah satu pilar nya adalah pengelolaan sampah yang baik.
Usaha-usaha pemerintah di level desa dirasa sudah cukup maksimal. Hal itu diakui oleh Kepala Desa Taman Sari Zaini.
Zaini menganggap pemerintah daerah belum mampu dan belum siap dalam pengelolaan sampah.
Masalah sampah sangat kompleks, dari hulu ke hilir harus benar-benar ditangani dan direncanakan dengan baik sehingga tujuan STBM Lombok Barat dan Zero Waste Provinsi NTB dapat tercapai dengan maksimal.
Edukasi pun telah masif dialukan, bahkan pemasangan tanda peringatan jangan buang sampah juga telah dipasang. Namun, hingga saat ini sampah masih saja menumpuk karena masyarakat tidak patuh terhadap aturan.
Jalan satu-satunya untuk memberikan efek jera pada masyarakat yang membuang sampah sembarangan adalah menetapkan dan memberikan sanksi khusus bagi pelaku yang ketahuan membuang sampah sembarangan.
Jika Pemda atau pemprov bisa menerapkan sanksi bagi warga yang membuang sampah sembarangan. Maka bisa jadi warga tidak berani lagi dan akan membuang sampah pada tempatnya.
Baca juga : Belajar Dari Sosok Ahdat, Warga Batu Layar Sukses Bangun Usaha Hingga Sekolahkan Anak ke Luar Negeri
Pemprov NTB sepertinya harus bisa dan berani mengatur dan menetapkan sanksi kepada warga yang ketahuan membuang sampah sembarangan, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang akan menindak pihak yang membakar sampah sembarangan. Pelaku yang terbukti membakar sampah sembarangan akan didenda Rp 50 juta.
Menurut Kepala Satpol PP Kota Tangerang Wawan Fauzi, Wali Kota Tangerang mengeluarkan surat edaran terkait pengelolaan sampah yang berisi empat poin, di antaranya dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis serta dilarang membuang, menumpuk, dan menyimpan sampah atau bangkai binatang di jalan, jalur hijau, taman, sungai, saluran, fasilitas umum, dan tempat lainnya yang sejenis.
Selain itu, dilarang membuang sampah dan/atau kotoran lainnya dari atas kendaraan serta dilarang dilarang membuang sampah di luar tempat atau lokasi pembuangan yang telah ditetapkan.
Pihak yang membakar sampah sembarangan akan ditindak Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Pencemaran. Adapun denda yang dikenakan kepada pelanggar adalah atau denda dengan nilai Rp 50 juta bagi setiap individu.
Nah, sobat Siar, apakah cocok nih aturan seperti Kota Tangerang diterapkan di NTB? (FR).