banner 728x250

Klarifikasi Ombudsman RI, Kanwil BPN NTB Paparkan Cara Penyelesaian Polemik Lahan Pantai Duduk

banner 120x600
banner 468x60

Foto : Zoom meeting yang digelar oleh Ombudsman dengan agenda klarifikasi langsung kepada Kementerian ATR BPN, Pemda Lombok Barat, Selasa (30/1/2024) 

Mataram, SIARPOST | Ombudsman RI menggelar rapat melalui zoom meeting untuk meminta klarifikasi langsung kepada Kementerian ATR BPN atas laporan dari Serikat Tani Nelayan (STN) Pusat terkait permasalahan lahan di Pantai Duduk 4 Kecamatan Batu layar Kabupaten Lombok Barat, Selasa (30/1/2024).

banner 325x300

Dalam rapat tersebut hadir Kanwil BPN Provinsi NTB, Kantah BPN Lombok Barat, Ketua STN Pusat, Ketua STN NTB, Pengurus Pusat LMND, Pemda Lombok Barat yang diwakili oleh Asisten 1, dan masyarakat para pedagang di Pantai Duduk.

Dalam rapat tersebut, Ombudsman RI meminta klarifikasi kepada Kementerian ATR BPN hingga kantor pertanahan di tingkat wilayah dan kabupaten untuk menjawab atau memberikan klarifikasi dari permasalahan lahan di pantai duduk yang sejak diadukan ke Ombudsman RI beberapa bulan lalu masih belum tuntas hingga kini.

Pada kesempatan tersebut, Staf Hukum Wakil Menteri ATR BPN, Abda, mengatakan, pihak nya telah merespon aduan dari permasalahan lahan di pantai duduk tersebut dengan mengirimkan surat rekomendasi kepada Kanwil BPN NTB dan BPN Lombok Barat untuk segera menjawab aduan dari STN Pusat.

“Dalam rapat dengan Ombudsman pada 27 Desember 2023 yang lalu, kami sudah paparkan kepada Ombudsman bahwa laporan secara data spasial dari kantor pertanahan Lombok Barat, bahwa unsur dalam penerbitan sertifikat tersebut sudah terpenuhi dan tidak masuk dalam batas sempadan pantai,” ujarnya.

Untuk itu, terkait hasil rapat tersebut, katanya, harus dijawab oleh kantor pertanahan Lombok Barat dan Kanwil NTB. Wakil Mentri ATR BPN sudah mengirimkan surat ke Kanwil BPN agar hasil rapat pada saat itu ditindaklanjuti dan dijawab secara tertulis.

Dijelaskan Staf Wamen, kasus lahan di pantai duduk secara administratif menurut Peraturan Menteri nomor 21 tahun 2020, mengenai penyelesaian konflik sengketa pertanahan, permohonan pembatalan produk pertanahan diatur dalam pasal 34 dan 36.

Ada dua yaitu pembatalan produk hukum karena cacat administrasi dan melalui putusan pengadilan.

“Permasalahan pembatalan cacat administrasi merujuk pada PP 18 tahun 2021 pasal 64 yaitu batas sampai 5 tahun sejak sertifikat diterbitkan. Jadi ini tidak bisa dilakukan karena sudah lewat dari 5 tahun,” katanya.

Namun Staf Wamen merekomendasikan agar Kanwil BPN NTB dan BPN Lombok Barat segera menjelaskan, memberikan edukasi dan menjawab persoalan tersebut kepada masyarakat.

“Mungkin mereka sekarang lagi kumpulkan data dan kalimat yang benar secara hukum supaya tidak salah memberikan informasi ke masyarakat atau pada pelapor,” ujarnya.

Sementara itu, Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN NTB, menjelaskan, bahwa pada rapat tanggal 27 Desember 2023, pihaknya sudah secara jelas dan gamblang menyampaikan mekanisme yang bisa ditempuh pelapor.

Pihaknya juga sudah membalas surat dari Wamen tertanggal 3 Januari 2024 mengenai tindak lanjut hasil rapat dengan Ombudsman pada 27 Desember 2023 lalu.

Dalam surat balasan tersebut Kanwil telah memaparkan jelas kronologi permasalahan dan penanganan yang selama ini dilakukan dalam persoalan lahan pantai duduk.

“Mengenai cacat administrasi kami tidak bisa melakukan pembatalan secara administrasi karena sudah lewat batas waktu 5 tahun dari penerbitan sertifikat hak milik, kami sarankan untuk melakukan upaya hukum ke tingkat pengadilan agar sertifikat tersebut dapat diuji kebenarannya,” katanya.

Dari hasil rapat zoom meeting tersebut, Pihak Ombudsman RI kembali menyampaikan poin nya kepada masyarakat bahwa pengaduan akan dijawab secara tertulis oleh Kanwil BPN NTB, kemudian pembatalan sertifikat hak milik harus melalui pengadilan dan penyelesaian masalah yang dihadapi warga oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.

Penerbitan sertifikat hak milik Lalu Heri Prihatin di pantai duduk tersebut menurut warga cacat administrasi karena sejumlah kejanggalan, dari mantan kades pada saat itu tidak mengakui telah menandatangi sporadik, koordinat yang tidak sesuai, lokasi lahan yang berubah-ubah, dugaan masuk sempadan pantai dan muara sungai, serta di lahan tersebut telah dibangun bangunan pemda Lombok Barat dan bangunan dari anggaran dana desa. (Tim)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *