Foto : Gedung Baru Bank NTB Syariah Islamic Center, sumber : Inside Lombok
Mataram, SIARPOST – Pembiayaan Modal Kerja Syariah (PMKS) Bank NTB Syariah senilai Rp5 miliar kepada PT MUG pada tahun 2019 yang lalu, diketahui belum sepenuhnya lunas dan berstatus macet sejak April 2022 yang lalu.
Dengan alasan Covid-19 sehingga pada Oktober 2020 dilakukan restrukturisasi atau merubah skema pembayaran dengan jangka waktu lebih lama yaitu menjadi 60 bulan dari sebelumnya 12 bulan.
Setelah memasuki triwulan ke-empat pasca diberikan restrukturisasi, kolektibilitas nasabah yaitu PT MUG mulai naik atau macet, Nasabah tidak lagi mampu membayar angsuran sementara nasabah masih memiliki kewajiban senilai Rp3 Miliar lebih.
Hasil Pemeriksaan BPK RI dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas Operasional PT Bank NTB Syariah periode tahun 2022-2023, menyatakan dokumen pembiayaan dalam pelaksanaan restrukturisasi tidak terdapat dukungan dokumen pada cashflow nasabah yang cukup untuk pembayaran dengan nilai saat jatuh tempo.
Nasabah juga tidak dapat menunjukan bahwa akan mendapat income yang memiliki kenaikan seperti dalam bentuk kontrak pekerjaan atau pesanan besar pada saat jatuh tempo.
Hal ini menunjukan bahwa pemberian restrukturisasi yang dilakukan oleh pihak Bank tidak didukung sumber pembayaran yang jelas yang berasal dari pemasukan usaha nasabah yang dapat diukur.
Kondisi tersebut mengakibatkan potensi mengalami kegagalan sehingga nasabah tidak bisa mengembalikan dan tetap terjadi kemacetan pengembalian.
Dalam LHP BPK juga menulis, bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh Kepala KC/KCP, Komite Pembiayaan dan pihak terkait lainnya cenderung memaksakan proses restrukturisasi meskipun hasil legal dan financial due diligence tidak memungkinkan atau tidak memenuhi syarat.
Hal ini bertentangan dengan peraturan OJK nomor 16/POJK.03/2014 pasal 56 menyatakan, restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang mengalami penurunan kemampuan membayar dan nasabah yang memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.
Bank NTB Syariah juga belum memiliki prosedur tentang agunan yang diambil alih (AYDA). Sementara peraturan OJK nomor 2/PJOK.03/2022 menyatakan bahwa Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis terhadap AYDA untuk mengelola agunan dengan baik dan profesional.
Kondisi tersebut mengakibatkan Bank belum dapat menggunakan AYDA sebagai langkah penyelesaian pembiayaan macet dengan mekanisme terstruktur.
Atas permasalahan tersebut, General Manager APR akan tetap memperhitungkan nilai aset sesuai ketentuan penilaian agunan sebagai upaya second way out, apabila pembiayaan tersebut terjadi wanprestasi. Divisi APR juga akan menyurati KC/KCP untuk melakukan monitoring dan pengawasan atas usaha nasabah yang telah direstrukturisasi. (Tim)