Sidang Pembacaan Pledoi, PH Minta Lutfi Dibebaskan, Gratifikasi dan Arahan Proyek Tidak Terbukti

 

/Abdul Hanan : JPU Inkonsisten Dengan Dakwaan

MATARAM, SIARPOST | Sidang kasus dugaan gratifikasi mantan Walikota Bima, H Muhammad Lutfi kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram, Senin (13/5/2024) dengan agenda pembacaan Pledoi atau pembelaan diri dari terdakwa. Pledoi dibacakan oleh Penasehat Hukum (PH), Abdul Hanan.

Dalam pembacaan pledoi tersebut Abdul Hanan memaparkan sejumlah fakta persidangan yang selama ini digelar dalam kasus dugaan gratifikasi HM Lutfi.

BACA JUGA : JPU Tidak Konsisten Dengan Dakwaan, Abdul Hanan : Tidak Ada Satupun Bukti HM Lutfi Terlibat  

Abdul Hanan menegaskan bahwa dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa atas dugaan gratifikasi selama ini dalam fakta persidangan belum bisa dibuktikan.

” Terdakwa tidak pernah menggunakan jabatan untuk memenangkan proyek kontraktor, hal itu dibuktikan dari saksi Amsal Sulaiman, Mulyono, Makdis, Safran, dan Rofiko, tidak ada satupun saksi tersebut menyerahkan uang kepada terdakwa berkaitan pada pekerjaan proyek yang dikerjakan,” ujar Abdul Hanan.

Bahkan dari beberapa saksi seperti Abdul Malik yang mempunyai tugas dan wewenang dalam pengadaan barang dan jasa di Kota Bima, mereka bekerja secara mandiri tanpa campur tangan dari terdakwa.

“Dugaan gratifikasi yang tidak terbukti itu dibuktikan dan dapat dilihat dari tiga rekening terdakwa, yang tidak pernah menerima uang dari para kontraktor tersebut, ” ujarnya.

BACA JUGA : Mantan WaliKota Bima Dituntut 9,6 Tahun Penjara, Ini alasan yang memberatkan HM Lutfi 

Abdul Hanan pun meminta terdakwa dibebaskan, karena sejak awal persidangan sampai dengan saat ini, JPU tidak pernah bisa membuktikan sesuai dengan dakwaannya. Sejumlah dakwaan seperti terdakwa menerima uang dari fee proyek pun tidak bisa dibuktikan oleh JPU.

Abdul Hanan juga menyoroti terkait inkonsisten nya JPU dalam dakwaannya. Dimana awalnya Lutfi didakwa merugikan negara sebesar Rp1,9 miliar, namun dakwaan kedua dirubah menjadi Rp2,15 miliar.

“Dalam ketentuan pasal 144 KUHP merubah dakwaan itu tidak boleh dan perubahan itu tidak mendasar,” ujar Abdul Hanan.

Abdul Hanan mengungkapkan, sejumlah dakwaan dan bukti baru yang dirubah JPU salah satunya yakni dana Rp500 juta untuk pembelian mobil merek vios yang hilang dari dakwaan dan diganti dengan Rp500 juta utang piutang antara istri terdakwa yakni Eliya dengan Makdis yang dibuktikan dengan perjanjian utang piutang dan telah dikembalikan.

Begitu juga kepada para Kepala Dinas Pemkot Bima yang menjadi saksi yang meringankan pada sidang beberapa waktu lalu. Dalam fakta persidangan, para kepala dinas tersebut mengaku tidak pernah memberikan uang kepada terdakwa terkait urusan proyek di Pemkot Bima.

“Dengan fakta-fakta ini JPU tidak bisa membuktikan dakwaannya dan terdakwa harus dibebaskan dari segala unsur baik itu dakwaan pertama maupun dakwaan kedua,” tegas Abdul Hanan.

BACA JUGA : Hasil Sidang Pemeriksaan Terdakwa, Dakwaan JPU Kepada HM Lutfi Tidak Jelas

Abdul Hanan pun mengartikan bahwa kasus HM Lutfi ini hanya dipaksakan, karena semua dakwaan JPU hanya tuduhan saja yang tidak bisa dibuktikan.

Bahkan Abdul Hanan mengungkapkan bahwa HM Lutfi selama menjabat menjadi Walikota Bima telah mendapat penghargaan dari program Monitoring Center for Prevention (MCP) dari KPK pada tahun 2021 dan 2022 meraih prestasi sebagai Pemkot yang bersih dari korupsi.

Dengan MCP yang dikembangkan oleh KPK, bertindak sebagai tools guna mewujudkan pemerintahan baik pusat maupun daerah yang bersih, dan transparan. ***

Exit mobile version