MATARAM, SIARPOST | Unit Tipidkor Polres Lombok Barat diketahui melakukan penyelidikan terkait dugaan penyimpangan dalam penempatan lokasi pembangunan lapak kuliner di pantai duduk 4 Desa Batulayar Barat Lombok Barat.
Hal itu diungkapkan oleh salah satu warga Batulayar Barat yang menerima surat pemberitahuan atau panggilan dari Unit Tipidkor Polres Lombok Barat untuk memberikan keterangan terkait dugaan penyimpangan bangunan lapak yang ada di pantai duduk 4.
BACA JUGA : Rumah Adat di Lombok Utara Terbakar, Kerugian Capai Rp1 Miliar
Surat tertanggal 19 Agustus 2024 tersebut memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan dari perkara yang saat ini ditangani pihak kepolisan.
“Iya, saya dapat surat panggilan dari Polres Lombok Barat, mungkin mereka mau mencari informasi terkait dengan lapak kuliner yang dibangun di atas lahan yang sudah bersertifikat milik perseorangan atau Sertifikat hak milik,” ujarnya.
Dugaan penyimpangan penempatan bangunan lapak kuliner tersebut dilaksanakan pada tahun anggaran 2019 oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lombok Barat.
Dari informasi masyarakat, lapak kuliner yang merupakan aset pemda tersebut saat ini sudah dirusak bahkan dirobohkan oleh pemilik lahan.
BACA JUGA : Gedor Kantor Inspektorat, Warga Labuhan Lalar KSB Bawa Bukti Baru Kasus Perselingkuhan Kadesnya
Media ini mencoba menghubungi Bagian Aset Pemda Lombok Barat dan Mantan Kadis Perindag namun belum ada jawaban.
Sebelumnya, lahan yang menjadi lokasi penempatan bangunan lapak kuliner milik pemda tersebut dibangun di atas lahan berstatus hak milik atau SHM.
Namun, terakhir terlihat surat perjanjian kerjasama antara pemerintah Lombok Barat dengan pemilik lahan sehingga bangunan lapak kuliner bisa dibangun di atas lahan SHM.
Sebelumnya juga, Pihak Dinas Perindustrian dan perdagangan Lombok Barat memberikan klarifikasi, bahwa pembangunan lapak kuliner atas dasar proposal dari pemerintah desa Batulayar Barat. Dalam proposal tersebut pihak desa memberikan keterangan bahwa lahan tempat dibangunnya lapak kuliner itu tidak memiliki sertifikat hak milik.
Sehingga Pemda menyetujui pembangunan tersebut pada tahun 2019. (EDO/Feryal)