Rp6,1 Triliun untuk PON 2028 di NTB: Pesta Olahraga atau Pesta Elit?

Foto layar yang bertuliskan PON NTB 2028. Dok RRI

Mataram, SIAR POST – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah bersiap menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XXII tahun 2028 bersama Nusa Tenggara Timur (NTT). Ajang olahraga nasional ini disebut-sebut sebagai momentum prestisius yang akan mengangkat nama daerah ke kancah nasional.



Namun, di balik gegap gempita persiapan, muncul suara kritis mempertanyakan urgensi dan prioritas anggaran jumbo yang disiapkan.

Ketua KONI NTB, Mori Hanafi, menyebut total kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan PON di NTB mencapai Rp6,1 triliun. Dana ini mencakup pembangunan venue olahraga, stadion, dan operasional pertandingan.

BACA JUGA : DPRD dan DLH Tinjau PT STM, Tapi Abaikan Uji Air Kolam Diduga Limbah, Aktivis Desak Lakukan Ini.. 

“Anggaran ini bersumber dari APBN, APBD provinsi, kabupaten/kota, serta sponsor dan pihak ketiga,” ujarnya, Rabu (13/3).

Namun kritik datang dari Direktur Nasional Politik (NasPol) NTB, Ardiansyah. Ia mempertanyakan: apakah PON akan benar-benar membawa manfaat luas, atau justru menjadi pesta elit yang membebani APBD?

“Angka Rp6,1 triliun cukup untuk membangun puluhan rumah sakit, sekolah, dan memperluas jaringan internet di desa-desa terpencil. Lalu, untuk siapa sebenarnya pesta olahraga ini digelar?” tegasnya.

 




Menurutnya, pengalaman dari berbagai daerah menunjukkan banyak infrastruktur olahraga pasca-event nasional justru mangkrak. Stadion kosong, kolam renang terbengkalai, dan fasilitas olahraga bertransformasi menjadi beban perawatan jangka panjang.

Ia juga menyoroti aspek opportunity cost. “Setiap rupiah yang dialokasikan untuk PON, berarti ada proyek lain yang dikorbankan—entah pendidikan, air bersih, atau penguatan UMKM,” jelasnya.

Laporan Bank Dunia (2020) menegaskan bahwa proyek-proyek berbasis event seperti PON hanya berdampak positif jika ditopang oleh ekosistem ekonomi lokal yang kuat, khususnya sektor pariwisata, logistik, dan jasa. Pertanyaannya: apakah NTB sudah cukup siap?



“Jangan sampai karena ingin bersolek, kita malah kelaparan di balik panggung. Kami tidak anti-olahraga, tapi pro-logika. PON boleh digelar, tapi jangan sampai rakyat justru menjadi penonton yang menanggung utang,” pungkas Ardiansyah.

PON 2028 sejatinya bisa menjadi tonggak kebangkitan olahraga daerah. Namun tanpa perencanaan matang, transparansi, dan partisipasi publik, ajang ini bisa berubah dari pesta rakyat menjadi panggung eksklusif para elit.

Redaksi___

Exit mobile version