banner 728x250

Dari Pernyataan DPRD NTB Soal DBHCHT Picu Gelombang Pergerakan: Semangat PPS Kembali Membara, Yuni: Terima Kasih Megawati!

banner 120x600
banner 468x60

Aktivis Perempuan Asal Pulau Sumbawa, Yuni Bourhany saat aksi di simpang Tano-Ai Jati menuntut pembentukan provinsi Pulau Sumbawa, Kamis (15/5/2025). Dok istimewa

MATARAM, SIAR POST – Aktivis perempuan asal Pulau Sumbawa, Yuni Bourhany, menyampaikan terimakasih atas pernyataan kontroversial yang dilontarkan Anggota DPRD NTB dari Fraksi Golkar, Megawati Lestari, terkait Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan).

banner 325x300



Menurut Yuni, pernyataan itu justru menjadi pemantik semangat baru bagi masyarakat Pulau Sumbawa untuk kembali memperjuangkan pembentukan provinsi sendiri, setelah lama tidak ada kepastian.

“Kami berterima kasih kepada Ibu Megawati. Pernyataannya soal DBHCHT di Pulau Sumbawa telah membangkitkan kembali semangat persatuan. Ini bukan sekadar soal dana bagi hasil, tapi menyangkut keadilan dan pemerataan pembangunan,” tegas Yuni, Jumat (16/05/2025).

BACA JUGA : Dramatis! Ambulan Bawa Pasien Darurat Terjebak Blokade Massa Tuntut Provinsi Pulau Sumbawa

Yuni menilai, komentar Megawati yang menyebut distribusi DBHCHT dan bantuan alsintan tidak adil karena terlalu banyak dialokasikan ke Pulau Sumbawa justru menyinggung perasaan masyarakat.

Sebaliknya, warga Sumbawa selama ini tak pernah mempersoalkan pembagian dana hasil tambang yang banyak mengalir ke Pulau Lombok.

“Kami ingin semua pihak melihat secara utuh. Pulau Sumbawa punya kontribusi besar bagi NTB dan tidak semestinya dipandang sebelah mata,” ujarnya.



Gelombang Protes dan Kebangkitan Suara Rakyat

Pernyataan tersebut langsung menuai reaksi keras. Gelombang protes bermunculan dari berbagai elemen, mulai dari aktivis, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat.

Meski berawal dari polemik, peristiwa ini justru membangkitkan semangat perjuangan lama, mewujudkan Provinsi Pulau Sumbawa.

BACA JUGA : Aksi Blokade Pulau Sumbawa Lumpuhkan Jalan Utama, Dua Kapolres Turun Langsung Urai Kemacetan

Aksi massa besar-besaran pun terjadi pada Kamis (15/5/2025) di dua titik strategis, yakni Simpang Pelabuhan Poto Tano (Sumbawa Barat) dan Simpang Tano-Ai Jati.

Jalur tersebut bahkan sempat diblokade total oleh ribuan massa dari Komite Pembentukan Pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa (KP4S).

“Ini bukan hanya soal alat pertanian. Ini tentang keadilan. Jika semangat ini terus dijaga, saya yakin pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa bukan lagi sekadar wacana,” tegas Yuni.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta aksi serta aparat TNI, Polri, dan petugas keamanan yang mengawal jalannya demonstrasi secara damai.



“Kami juga mohon maaf atas ketidaknyamanan pengguna jalan. Kini aktivitas di Pelabuhan Tano telah kembali normal,” tambahnya.

Kritik Pedas dan Tuntutan Permintaan Maaf

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Pertanian NTB, Megawati mempertanyakan distribusi bantuan pertanian yang dinilai lebih banyak mengalir ke Pulau Sumbawa.

BACA JUGA : Johan Rosihan Siap Kawal Regulasi Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa: “Jangan Saling Menegasikan, Mari Satukan Langkah”

Padahal, menurutnya, sentra pertanian terbesar berada di Lombok Timur dan Lombok Tengah.

Pernyataan itu sontak memicu kemarahan berbagai pihak. Anggota DPRD Fraksi Gerindra Dapil Sumbawa, Iwan Panji Dinata menyebut ucapan Megawati tidak mewakili suara DPRD secara institusional dan berpotensi memecah harmoni antar pulau.

“Ini sangat sensitif dan tidak berdasar. Pernyataan seperti ini bisa memecah kerukunan antara Pulau Lombok dan Sumbawa yang selama ini hidup berdampingan,” kata Iwan.



Narasi Persatuan dan Etika Berpolitik

Tokoh muda Sumbawa, Dedi Kevin Molajake, juga turut bersuara. Ia mengingatkan pentingnya etika politik dan narasi yang membangun, bukan memecah belah.

“Warga Sumbawa selama ini tidak pernah mempersoalkan pembagian dana dari sektor tambang ke Lombok, padahal nilainya sangat besar. Jadi, jangan lagi ada pernyataan yang menyudutkan,” ujarnya.

Menurut Dedi, jika ketimpangan ini terus dibiarkan dan Sumbawa terus dikerdilkan secara politik maupun pembangunan, maka memisahkan diri dan membentuk provinsi baru bisa menjadi pilihan rasional.

Redaksi___

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *