banner 728x250

Diduga Pajak Ratusan Juta dari Hotel Amanwana Masuk Kas Negara, Tapi Masyarakat Pulau Moyo Tetap Terpinggirkan

banner 120x600
banner 468x60

Rumah warga di pesisir pulau moyo. Dok Helter Skelter 

MATARAM, SIAR POST | Pulau Moyo di Kabupaten Sumbawa dikenal sebagai surga tersembunyi yang menjadi destinasi para pesohor dunia. Di tengah keindahan alamnya, berdiri megah Hotel Amanwana, dikelola oleh sebuah perusahaan, yang menawarkan pengalaman eksklusif dengan tarif fantastis, mencapai Rp36 juta per malam per kamar.

banner 325x300

Dengan omzet bulanan yang sangat besar dan pajak yang dibayar sekitar Rp600 juta hingga Rp800 juta perbulan. Namun, ironisnya, kontribusi besar ini tidak pernah terasa manfaatnya oleh warga Pulau Moyo.



“Pajak besar itu masuk ke kas negara dan daerah, tapi kami di sini tidak pernah merasakan pembangunan. Jalan rusak, air bersih terbatas, dermaga seadanya, dan tidak ada fasilitas pendukung pariwisata yang layak,” kata Salah satu tokoh masyarakat yang juga mantan karyawan Amanwana yang tidak disebut namanya, Jumat (30 Mei 2025).

Menurut Syofyan, dusun-dusun di Pulau Moyo atau Desa Labuhan Aji, termasuk Brang Rea, dan Oiramo dan dusun lainnya bahkan jauh dari kata sejahtera, karena ada enam dusun yang hingga hari ini belum bisa mengakses listrik.

“Mewakili tuntutan masyarakat dan pihak pelaku wisata, minta agar CSR dan pajak yang disetor hotel difasilitasi keterbukaannya. Harus jelas kontribusinya ke masyarakat lokal,” ujarnya.

BACA JUGA : Dugaan Suap Belasan Juta Untuk Hentikan Demo BBM Ilegal di Sumbawa: Nama Lembaga Integritas dan Oknum Polisi Disebut

Demo warga pun pernah terjadi, dua kali dalam tahun lalu, menuntut tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari Amanwana. Namun hingga kini, hasilnya masih dalam proses lobi dan mediasi.

“Yang digunakan mereka itu fasilitas desa, harusnya ada kontribusi. Tapi nihil,” tegas Yuni Bourhany, aktivis perempuan yang vokal menyuarakan hak masyarakat Moyo.

Masyarakat Pulau Moyo kini menuntut kejelasan. Bukan hanya soal CSR, tapi juga kebijakan redistribusi pajak dan pembangunan yang inklusif.

“Pulau ini masuk kategori 3T yakni Tertinggal, Terdepan, Terluar. Tapi tetap saja dianak-tirikan,” katanya.



Pulau Moyo di Kabupaten Sumbawa, NTB, dikenal sebagai destinasi eksklusif dunia. Di balik hutan tropisnya yang lestari dan lautnya yang kaya biota, tersimpan paradoks: potensi besar di bidang pariwisata dan konservasi belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat lokal.

Pulau Moyo, sebuah pulau kecil di utara Pulau Sumbawa, telah lama dikenal sebagai surga tersembunyi yang memikat wisatawan kelas atas dunia.

Dari Lady Diana hingga Mick Jagger, tokoh-tokoh dunia pernah menginjakkan kaki di pulau ini. Namun di balik popularitasnya, potensi besar Pulau Moyo belum berdampak signifikan bagi warga lokal.

Dengan status sebagai kawasan konservasi—Cagar Alam dan Taman Wisata Alam—Pulau Moyo menyimpan keragaman hayati yang luar biasa.

BACA JUGA : Gubernur NTB Desak Menteri ESDM Beri Relaksasi Ekspor PT AMNT, Ekonomi Daerah Tertekan

Hutan tropisnya menjadi rumah bagi rusa liar dan burung kakatua kecil jambul kuning yang terancam punah. Di perairan sekitarnya, terumbu karang dan padang lamun berkembang subur, menjadikan Moyo sebagai surga bagi pecinta snorkeling dan diving.

Sayangnya, potensi itu masih didominasi investor dan pelaku wisata elite. Hotel Amanwana, satu-satunya resort mewah di pulau ini, menarik pajak besar setiap tahun.

Namun, menurut pengakuan warga Desa Labuhan Aji, manfaat dari pajak tersebut tak pernah kembali dalam bentuk pembangunan desa atau pelayanan publik.



“Kami hanya jadi penonton. Turis datang naik speedboat langsung ke resort, pulang tanpa pernah menginap di rumah warga atau belanja di warung kami,” kata seorang warga Labuhan Aji yang menggantungkan hidup dari hasil tangkapan laut.

Tak hanya dari sektor pariwisata, potensi kelautan dan perikanan di sekitar Pulau Moyo juga sangat menjanjikan. Wilayah ini kaya akan ikan pelagis, lobster, dan rumput laut.

Namun, kawasan konservasi kerap menjadi pembatas bagi nelayan lokal yang ingin mencari ikan lebih luas.

“Kami mendukung konservasi, tapi harus ada ruang yang adil bagi masyarakat yang sejak dulu hidup dari laut,” kata seorang nelayan di pulau itu.

BACA JUGA : Heboh Dugaan Oli Ilegal di Sumbawa: Polisi Beri Klarifikasi, Ternyata Astra Belum Lapor Resmi

Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa sebenarnya telah mencanangkan pengembangan kawasan ini sebagai destinasi wisata prioritas.

Namun, pembangunan infrastruktur seperti dermaga rakyat, akses transportasi reguler, dan promosi desa wisata masih jauh dari harapan.

Pulau Moyo adalah mutiara Sumbawa yang masih terbungkus rapat. Potensi besarnya dalam pariwisata, konservasi, dan perikanan bisa menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat lokal—asal dikelola dengan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.

Jika tidak, Pulau Moyo hanya akan terus menjadi surga bagi investor, namun bukan bagi anak cucu yang lahir di sekitarnya.

Hingga berita ini dipublikasikan, pihak Amanwana dan Pemda Sumbawa belum dimintai keterangan.

Redaksi___

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *