Ketua Aliansi PPS Kabupaten DOMPU, Ilham Yahyu saat orasi di Poto Tano menuntut pembentukan provinsi pulau sumbawa. Dok istimewa
DOMPU, SIAR POST – Ketua Aliansi Percepatan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) Kabupaten Dompu, Ilham Yahyu, melontarkan kritik tajam terhadap pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya dan Anggota DPD RI, Evi Apitamaya yang menyebut pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa sulit direalisasikan dalam waktu dekat.
Menurut Ilham, pernyataan itu tidak hanya mengabaikan aspirasi rakyat, tapi juga menunjukkan arogansi kekuasaan yang tidak memahami realitas di akar rumput.
“Kalau moratorium pemekaran daerah terus dijadikan tameng, maka pilihan kami tinggal satu: gerakan rakyat konstitusional! PPS adalah harga mati, dan kami akan lawan siapa pun yang menghalangi,” tegas Ilham Yahyu dalam pernyataan resminya, Sabtu (8/6/2025).
Pernyataan Wamendagri Bima Arya sebelumnya menyebut bahwa pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa “tidak akan, tidak mungkin” terjadi dalam lima tahun ke depan, dengan alasan moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) dan keterbatasan anggaran negara.
Namun, bagi Ilham, alasan tersebut justru menunjukkan pembiaran sistemik terhadap ketimpangan dan ketidakadilan di kawasan timur NTB.
“Kami sudah berjuang lebih dari 25 tahun. Apa artinya demokrasi kalau suara rakyat terus diabaikan? Jangan anggap enteng. Ini bukan lagi soal diskusi akademik atau seminar elite. Ini sudah masuk ruang penderitaan rakyat,” tegas Ilham.
BACA JUGA : Harapan Provinsi Pulau Sumbawa Pupus? : Wamendagri dan Senator NTB Akhirnya Buka Suara
“Gerakan Rakyat Tak Bisa Dibungkam dengan Moratorium”
Ilham menyebut moratorium hanyalah alat politik untuk membungkam aspirasi pemekaran yang sah secara konstitusi.
Ia bahkan menyebut pemerintah pusat bermain-main dengan penderitaan rakyat, sembari membiarkan kebocoran anggaran dan korupsi merajalela.
“Kalau alasannya uang negara tidak cukup, hentikan dulu korupsi! Tegakkan hukum! Sahkan UU Perampasan Aset Koruptor! Jangan malah rakyat Pulau Sumbawa yang dijadikan korban kebijakan,” ujar Ilham.
Menurutnya, rakyat Pulau Sumbawa tak akan tinggal diam. Jika pemerintah pusat tetap menutup ruang aspirasi dan tidak mencabut moratorium, maka gerakan rakyat akan naik level menjadi gerakan perlawanan konstitusional yang massif dan terorganisir.
“Kami tidak sedang main-main. PPS adalah jihad konstitusional. Kami akan lawan, dari Dompu, Bima, Sumbawa, hingga pelosok-pelosok dusun. Ini urusan hidup mati untuk keadilan dan masa depan anak negeri.”
Lebih lanjut, Ilham menyatakan bahwa arah gerakan PPS kini makin tegas. Selain terus memperjuangkan pemekaran, pihaknya juga menyerukan penolakan terhadap kehadiran Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal dan pejabat kabinet pusat di wilayah Pulau Sumbawa, kecuali Presiden Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani.
“Kami menolak semua bentuk representasi pemerintah pusat yang tidak berpihak. Kecuali Presiden dan Ketua DPR, jangan injakkan kaki di tanah ini kalau hanya membawa janji kosong!”
Ilham menilai bahwa hanya dua figur itu yang masih punya potensi menyelamatkan aspirasi PPS dari kebuntuan.
Ia berharap keduanya membuka pintu dialog dan mengambil sikap tegas terhadap moratorium DOB yang dinilai tidak lagi relevan.
BACA JUGA : Pahami! Bolehkah Panitia dan Pemilik Hewan Memakan Daging Kurban? Ini Penjelasannya
PPS Bukan Proyek Elite, Ini Suara Rakyat!
Menanggapi anggapan bahwa PPS belum layak karena ketergantungan fiskal, Ilham balik bertanya: “Kalau Papua bisa dimekarkan jadi tiga provinsi, kenapa Sumbawa tidak?”
Ia menegaskan bahwa PPS bukan soal APBN, tapi soal keadilan kebijakan dan pemerataan pembangunan.
“Jangan hanya pakai angka-angka sebagai alasan menolak. Kami punya tambang, energi, pertanian, pariwisata. Kami bukan beban negara. Justru devisa dari Pulau Sumbawa menopang sebagian ekonomi nasional!
Arah Perjuangan: Dari Konsolidasi Lokal hingga Gugatan Konstitusional
Ilham Yahyu menutup pernyataannya dengan menyampaikan empat arah perjuangan rakyat Pulau Sumbawa ke depan:
1. Aksi percepatan PPS secara konstitusional dan berkelanjutan.
2. Penguatan konsolidasi lintas daerah se-Pulau Sumbawa.
3. Gerakan penolakan simbol-simbol negara yang tidak berpihak.
4. Persiapan gugatan konstitusional terhadap kebijakan moratorium.
“PPS adalah harga mati. Kami akan terus bergerak, hingga pemerintah mendengar. Ini bukan sekadar provinsi baru. Ini tentang harga diri rakyat Pulau Sumbawa!” tandasnya.
BACA JUGA :
RKD Mataram Bagikan Ratusan Paket Daging Kurban: Wujud Solidaritas dan Berbagi di Hari Raya IdulAdha
Sebelumnya, Wamendagri Bima Arya menyatakan bahwa pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa masih sulit direalisasikan dalam waktu lima tahun ke depan, mengingat moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) yang belum dicabut serta kondisi keuangan negara yang belum memungkinkan.
“Tidak akan, tidak mungkin pemekaran (Provinsi Pulau Sumbawa) terjadi, mungkin bisa dalam waktu 5 tahun ke depan,” ujar Bima Arya kepada wartawan usai salat Iduladha di Kota Bogor, Jumat (6/6/2025).
Senator Evi Apitamaya juga menyoroti tingkat ketergantungan fiskal kabupaten/kota di Pulau Sumbawa terhadap dana transfer dari pemerintah pusat. Menurutnya, kondisi tersebut menjadi kendala serius dalam pembentukan provinsi baru.
Redaksi____