banner 728x250

Agam Rinjani Disanjung, Pemerintah Disindir! FPTI NTB Bongkar Lemahnya Mitigasi Bencana Hingga Dana BTNGR

banner 120x600
banner 468x60

MATARAM, SIAR POST – Insiden tragis yang menimpa pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di kawasan Gunung Rinjani kembali membuka luka lama: lemahnya mitigasi bencana di destinasi wisata alam unggulan NTB.

banner 325x300



Dewan Pembina Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) NTB, M. Ihwan, S.H., M.H. atau yang akrab disapa Iwan Slenk, angkat suara keras.

Dalam keterangannya di Mataram, Senin (30/6/2025), Iwan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Agam Rinjani, relawan yang disebutnya sebagai garda terdepan penyelamatan di lapangan—bukan institusi resmi seperti pemerintah atau Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR).

BACA JUGA : Ketua Sasaka Serukan Boikot ITDC: Rakyat Sasak Siap Lawan Penggusuran di Tanjung Aan!

“Yang tampil ke depan ini justru relawan. Pemerintah dan TNGR harus malu. Relawan seperti Agam patut diberi penghargaan luar biasa,” tegas Iwan Slenk.



Ia menyebut bahwa insiden ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah provinsi, BTNGR, dan seluruh pemangku kepentingan. Menurutnya, NTB terlalu fokus menjual keindahan tanpa kesiapan menyelamatkan jiwa.

“Kita tidak bisa terus jual keindahan Rinjani tanpa jaminan keselamatan. Ini harus jadi titik balik. Pemerintah jangan cuma kejar pemasukan dari pendakian!” tegasnya.

Iwan mendorong Gubernur NTB agar segera membentuk forum bersama pemerintah pusat, BTNGR, dan tokoh adat untuk merumuskan mitigasi bencana yang komprehensif dan berkelanjutan.

“Kalau ada musibah, siapa tanggung jawab? Harus ada sistem. Pola koordinasi jelas, alur tanggung jawab jelas, jangan abu-abu,” katanya lantang.

Ia juga menyentil pengelolaan dana konservasi oleh BTNGR. Menurutnya, anggaran besar yang dikelola seharusnya diprioritaskan untuk keselamatan pendaki, bukan hanya operasional birokrasi.

BACA JUGA : Menyoal Pandangan Gubernur Jabar: Efisiensi Jangan Korbankan Integritas Informasi

“Itu dana nyata, bukan daun mangga. Harus dialokasikan untuk infrastruktur keselamatan, pelatihan evakuasi, dan fasilitas pendukung,” tandasnya.

Lebih jauh, Iwan menekankan pentingnya pendekatan kultural dalam pengelolaan kawasan. Tradisi lokal seperti nyembeq, kata dia, harus dilibatkan dalam edukasi kepada para pendaki agar menghormati alam dan budaya setempat.



“Tradisi nyembeq bisa menjadi cara lembut untuk mengingatkan pendaki bahwa Rinjani bukan tempat sembarangan. Ini tanah adat, harus dijaga,” jelasnya.

Sebagai penutup, Iwan berharap insiden Juliana menjadi momentum perubahan.

“Kita sangat malu. Rinjani adalah wajah NTB. Kalau ingin tetap jadi primadona wisata, maka keselamatan harus jadi prioritas nomor satu,” pungkasnya.

Redaksi____

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *