Mataram, SIAR POST — Keputusan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) menetapkan status Darurat Bencana pasca-banjir yang melanda sebagian wilayah Kota Mataram dan Lombok Barat pada Minggu (6/7), menuai tanda tanya besar.
Banyak pihak menilai, kebijakan ini terlalu tergesa dan tidak sepenuhnya memenuhi syarat formal yang ditetapkan dalam regulasi penanggulangan bencana.
Status Darurat Bencana memang bukan keputusan sembarangan. Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 serta Peraturan Kepala BNPB No. 17 Tahun 2011, ada empat syarat utama yang harus dipenuhi sebelum status ini bisa ditetapkan.
BACA JUGA : Percepat Proses Pemulihan Pasca Banjir, Pemprov NTB Tetapkan Status Darurat Bencana Selama 10 hari
Mulai dari adanya kejadian bencana yang menyebabkan kerusakan luas, korban jiwa yang signifikan, gangguan serius terhadap kehidupan sosial-ekonomi, hingga adanya rekomendasi teknis dari BPBD karena skala bencana melebihi kapasitas pemerintah daerah setempat.
Namun, dalam kasus banjir kali ini, aktivis asal Mataram yang juga tergabung dalam NTPW, Syahruddin, menilai bahwa, meski ada korban jiwa akibat dampak banjir tapi tidak terlalu masif, begitu juga pengungsian tidak terjadi secara besar-besaran, dan Kerusakan infrastruktur masih dalam skala ringan-sedang, serta Pemerintah Kota Mataram sebenarnya masih mampu menangani dampaknya.
Penetapan darurat bencana ini juga harus berjenjang mulai dari Kabupaten Kota, barulah ke Provinsi.
Ironisnya, Pemprov NTB justru langsung meloncat ke penetapan tanggap darurat selama 10 hari melalui rapat Forkopimda, tanpa transparansi kajian teknis dari BPBD.
“Kalau semua banjir musiman langsung dibilang darurat bencana, ini rawan disalahgunakan. Status ini bukan sekadar prosedur, tapi menyangkut legitimasi penggunaan anggaran besar tanpa mekanisme biasa,” kata Syahruddin.
BACA JUGA : Bayar Taksi Fiktif Hingga Rp6 Miliar: Biaya Perjalanan Pegawai Pemprov NTB Diduga Janggal
Penetapan status darurat secara prematur membuka ruang percepatan belanja tanpa proses lelang, termasuk untuk bantuan logistik, proyek rehabilitasi cepat, hingga alokasi penanganan darurat yang tak jarang rawan penyelewengan.
“Wajar publik curiga, karena status ini kerap jadi karpet merah bagi proyek-proyek dadakan dengan justifikasi tanggap darurat,” tambahnya.
Namun meski begitu, Syahruddin memberikan apresiasi kepada Pemkota Mataram dan Pemprov NTB yang melakukan penanganan bencana banjir yang terjadi kemarin.
Sementara itu, Pemprov NTB dalam siaran persnya, Plh Sekda NTB Lalu Moh Faozal menyatakan bahwa langkah ini murni untuk mempercepat proses pemulihan pasca banjir dan menggerakkan seluruh ASN untuk terjun langsung ke lapangan.
“Status ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi demi respons cepat. Para ASN kita libatkan langsung, bantuan kita distribusikan melalui Pemkot Mataram,” ujarnya.