Mataram, SIARPOST – Wakil Sekretaris Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Suaeb Qury, menegaskan pentingnya legalisasi tambang rakyat sebagai bagian dari solusi kedaulatan ekonomi dan perlindungan terhadap hak masyarakat lokal atas sumber daya alam.
Dalam keterangannya, Suaeb menilai negara belum hadir secara optimal dalam memberikan perlindungan hukum bagi para penambang rakyat yang selama ini berjuang secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidup dari potensi alam di wilayahnya.
“Tambang rakyat bukan sekadar aktivitas tradisional, tapi bentuk perjuangan ekonomi rakyat kecil. Negara seharusnya hadir memberi ruang, bukan mempersulit,” tegas Suaeb Qury, Sabtu (20/7/2025).
BACA JUGA : Rumah Literasi: Langkah Kecil Membangun Kembali Minat Baca di Desa Marente.
Pasal 33 UUD 1945 Jadi Dasar Legitimasi
Suaeb menyoroti bahwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 telah secara jelas menyebut bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Makna ‘dikuasai oleh negara’ adalah mandat untuk mengatur, bukan memonopoli. Negara harus menyalurkan manfaatnya kepada rakyat, bukan hanya korporasi besar,” tegasnya.
Menurutnya, fenomena menjamurnya tambang rakyat di NTB menunjukkan bahwa masyarakat lokal sebenarnya memiliki semangat kemandirian. Sayangnya, kerumitan regulasi perizinan tambang rakyat justru meminggirkan peran mereka, bahkan mendorong sebagian ke praktik ilegal karena tak tersedia jalur legal yang memadai.
Dorong Pembentukan Koperasi Tambang Rakyat
Sebagai solusi, Suaeb mendorong pembentukan Koperasi Tambang Rakyat (KTR) sebagai wadah legal, kolektif, dan ramah lingkungan. Melalui KTR, masyarakat dapat memperoleh legalitas operasional, pelatihan teknis, dan pengawasan yang mencegah kerusakan lingkungan serta eksploitasi oleh pihak luar.
“Koperasi memungkinkan pengelolaan tambang yang lebih tertib, transparan, dan berkeadilan. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal kedaulatan rakyat atas sumber dayanya sendiri,” tegasnya lagi.
BACA JUGA : Rumah Literasi: Langkah Kecil Membangun Kembali Minat Baca di Desa Marente.
Ia juga mengkritisi regulasi perizinan tambang rakyat yang dinilai terlalu rumit, tidak berpihak, dan rentan dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Karena itu, Suaeb mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk segera mereformasi kebijakan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) agar lebih sederhana, murah, dan adil bagi masyarakat kecil.
“Negara tak boleh abai. Pemerintah harus membuat regulasi afirmatif yang berpihak kepada rakyat dan tetap menjamin kelestarian lingkungan,” ujarnya.
Sebagai bagian dari organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, menurut Suaeb, berkomitmen untuk turut mendorong penguatan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
“Kami akan terus menyuarakan keadilan ekonomi berbasis masyarakat. Tambang rakyat harus diakui sebagai bagian dari solusi, bukan dianggap ancaman,” tegasnya.
Suaeb berharap, langkah-langkah legalisasi tambang rakyat dapat segera dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud nyata menjalankan amanat konstitusi.
“Ini bukan sekadar soal tambang, ini soal keadilan sosial dan kemakmuran yang dijanjikan konstitusi,” pungkasnya.