banner 728x250

Eks Ketua Tim Hukum Iqbal-Dinda Minta Gubernur Cabut SK Penunjukan Kepala DPMPTSP

banner 120x600
banner 468x60

MATARAM, SIAR POST – Polemik pengangkatan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB terus menuai sorotan.

banner 325x300

Sejumlah pihak telah menyampaikan kritiknya perihal keputusan yang diambil oleh Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal itu. Diketahui, Gubernur melantik Irnadi Kusuma sebagai Kepala DPMPTSP.

Pasalnya, pejabat tersebut pernah terbukti bersalah dalam kasus pidana dan dijatuhi hukuman penjara enam bulan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mataram pada 7 Desember 2020 lalu, Irnadi terbukti secara sah melakukan tindak pidana mengadakan perkawinan padahal mengetahui perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah.

Karenanya, Irnadi terjerat Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, jo UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 279 ayat (1) KUHP.

Terhadap putusan itu, Irnadi sempat mengajukan kasasi. Namun, permohonan kasasi ditolak tertanggal 23 Maret 2021. Karenanya, harus menjalani pidana selama enam bulan.

Eks Ketua Tim Hukum Iqbal-Dinda sekaligus Pengacara Senior Iwan Slenk menyampaikan kritik dan sarannya terkait polemik tersebut. Hal itu disampaikan Iwan Slenk saat menggelar konferensi pers bersama Lombok Global Institute (Logis) NTB di Meinoo Warking Mataram pada Selasa, 23 September 2025.

Pertama, Iwan Slenk mengkritik keras keberadaan Panitia Seleksi (Pansel) kepala OPD yang diketuai oleh Pj Sekda NTB Lalu Moh Faozal didampingi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Tribudi Prayitno.

“Pansel ini yang bekerja secara teknis melakukan penjaringan dan penelitian syarat adminitrasi sebelum menyerahkan tiga nama ke gubernur. Dalam kasus ini, ternyata di kemudian hari ditemukan ada perbuatan pidana yang pernah dilakukan oleh yang bersangkutan dalam bentuk tindak kejahatan perkawinan,” jelas Iwan Slenk.

Temuan itu, menurutnya amat sangat bermasalah. Sebab, putusan tersebut secara inheren mengandung cacat. Penunukan Irnadi, kata Iwan Slenk bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan dan kepantasan.

“Ini bermasalah. Karena apa? Ada cacat di sana. Kalau orang yang sudah dipidana putusan inkracht, apapun jenis kejahatannya maka dia secara nilai kepatutan dan nilai kepantasan, dia tidak patut dan tidak pantas,” tegas Iwan Slenk.

Perlu diingat, kata Iwan Slenk, di atas hukum terdapat ada etika dan moralitas. Hal itu harus dipertimbangkan. Etika itu tidak tertulis, tetapi dia hidup di tengah masyarakat.

Lebih jauh dijelaskan, sarena surat keputusan tersebut mengandung cacat subyek maka secara hukum dapat dibatalkan. Dibatalkan oleh penerbit SK dalam hal ini Gubernur.

“Jadi dibatalkan saja oleh gubernur. Kemudian Gubernur memilih salah satu calon dari 3 yang di loloskan selain Irnandi, tanpa melalui pansel ulang. Pasti ada klausula di dalam SK yang menyatakan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan maka SK ini dapat diperbaiki,” ujar Iwan Slenk.

“Sebenarnya ini masalahnya simpel. Tidak perlu mencari siapa yang salah. Cukup diakui saja bahwa ini out of the track kemudian batalkan SK-nya,” sambung Iwan Slenk.

Hal itu perlu diambil guna upaya tetap membangun tata kelola pemerintahan yang baik ke depannya.

“Tolong diingat, pimpinan setingkat OPD itu dia punya jajaran di bawahnya, dia harus menjadi panutan dan teladan. Gubernur tidak boleh abai. Sebab ini menyangkut tipologi orang,” ujarnya.

Logis Bakal Adukan ke Pihak Terkait

Di tempat yang sama, senada dengan Iwan Slenk, Direktur Lombok Global Institute (Logis) M. Fihiruddin menyayangkan terbitkan SK penunjukan Irnadi sebagai Kepala DPMTSP NTB tersebut.

Ia mengaku heran mengapa pejabat dengan rekam jejan pernah dipidana bisa lolos bahkan sampai dilantik menjadi kepala OPD.

“Ini kan ada yang keliru, ada yang tidak benar. Terus terang kami heran bagaimana prosesnya. Kami minta semua bertanggungjawab,” jelasnya.

Aktivis itu mengaku memberikan deadline (tenggat waktu) kepada Gubernur NTB Lalu Iqbal untuk mencabut SK tersebut. Jika tidak, pihaknya bakal melaporkan SK tersebut kepada pihak-pihak terkait.

“Kita akan melaporkan kepada pihak-pihak terjait. Jika perlu, kami akan uji SK tersebut di PTUN,” jelasnya.

Terkahir, Fihiruddin mengingatkan kepada Gubernur NTB Lalu Iqbal untuk lebih cermat dalam membuat keputusan. “Jangan menganggap masyarakat itu bodoh,” terang Fihiruddin.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *