banner 728x250

Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD RI: KomnasHAM NTB Ingatkan Jerat UU Tipikor, Publik Desak KPK Bergerak

banner 120x600
banner 468x60

Mataram, SIAR POST – Dugaan suap pemilihan Ketua DPD RI terus menyeruak. Gelombang protes publik makin membesar, terutama di Nusa Tenggara Barat (NTB), setelah dua senator asal daerah ini, Muhammad Rifky Farabi (MRF) dan Mirah Midadan Fahmid (MMF), ikut disebut menerima aliran dana haram.

Rabu (24/9/2025), Koalisi Pemuda dan Rakyat NTB kembali menggelar aksi unjuk rasa jilid II di depan Kantor Perwakilan DPD RI Mataram. Tak hanya berorasi, massa juga menggelar aksi teatrikal dengan menyegel kantor itu menggunakan spanduk kain putih sepanjang 200 meter.

banner 325x300

BACA JUGA : Dua Anggota DPD RI Asal NTB Dinilai Mencoreng Nama Daerah Gegara Diduga Terima Suap Pemilihan Ketua DPD RI, KPK Diminta Usut

Kain itu dipenuhi tulisan kecaman terhadap para senator yang diduga terlibat praktik “jual beli suara” dalam pemilihan Ketua DPD periode 2024–2029.

“Kami tidak mau NTB tercoreng karena ulah segelintir orang. Ini skandal nasional. Dari NTB untuk Indonesia, kami mendesak KPK segera membuka kasus ini secara terang benderang,” tegas Saidin Alfajari, koordinator aksi.

KomnasHAM NTB Ingatkan Jerat Hukum Tipikor

Menanggapi gejolak tersebut, Sudirman SH, MH, CPM, Direktur KomnasHAM NTB sekaligus Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Lombok Barat, menegaskan bahwa praktik suap dalam pemilihan Ketua DPD RI bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Anggota DPD adalah penyelenggara negara. Kalau ada praktik uang sogokan untuk memengaruhi pemilihan Ketua DPD, itu jelas masuk kategori suap. Ada pasal-pasal Tipikor yang mengatur, mulai dari Pasal 5, Pasal 11, hingga Pasal 12. Ancaman hukumannya bisa sampai penjara seumur hidup atau denda hingga Rp1 miliar,” tegas Sudirman advokat senior, saat diwawancarai media ini, Rabu (24/9/2025).

Ia mencontohkan Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor yang menyebut: setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajiban, dipidana 1–5 tahun penjara dan denda Rp50 juta – Rp250 juta.

“Kalau bicara pemilihan Ketua DPD, jelas itu bagian dari kewenangan senator. Maka, jika kewenangan itu diperjualbelikan, unsur delik sudah terpenuhi,” imbuh Sudirman.

BACA JUGA : Logikanya Aneh Kematian VR di Nipah, Dipukul dari Belakang Hingga Babak Belur Kok Jadi Tersangka?

Hingga kini, KPK belum memberi keterangan resmi terkait laporan Irfan maupun aksi lanjutan dari NTB. Namun tekanan publik makin keras. Koalisi Pemuda dan Rakyat NTB menegaskan aksi jilid II hanya awal.

Mereka berjanji akan melanjutkan protes hingga KPK berani menelisik skandal ini hingga ke akar-akarnya.

“Kami tidak mau NTB ikut tercatat dalam sejarah kotor politik Indonesia. Senator harusnya menjaga marwah daerah, bukan memperdagangkan suara,” kata Lukman.

Dugaan Suap Terstruktur

Kasus ini pertama kali mencuat lewat laporan Fithrat Irfan, mantan staf DPD RI, yang melaporkan adanya 95 anggota DPD menerima uang suap. Skema yang dibongkar Irfan sangat rapi: setiap senator diduga menerima USD 13 ribu, terdiri dari USD 5 ribu untuk pemilihan Ketua DPD dan USD 8 ribu untuk pemilihan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *