banner 728x250

Kantor Perwakilan DPD RI di Mataram Disegel, KPK Diminta Segera Tindak Laporan Dugaan Suap Dua Senator Asal NTB

banner 120x600
banner 468x60

MATARAM, SIAR POST – Koalisi Pemuda dan Rakyat NTB kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Perwakilan DPD RI di Mataram, NTB pada Rabu, 24 September 2025. Aksi ini merupakan aksi lanjutan setelah aksi pertama yang dilakukan pada Jumat, 19 September yang lalu.

Selain berorasi, mereka juga melakukan aksi teaterikal yang ditandai dengan pemasangan spanduk kain putih sepanjang 200 meter.

banner 325x300

BACA JUGA : Geger di Bima! Suami Grebek Istri Berstatus ASN Bersama Pria Lain, Lapor Polisi soal Dugaan Persetubuhan

Aksi jilid dua itu bukan demonstrasi biasa. Sepanjang 200 meter kain spanduk terbentang di jalanan, berisi kecaman terhadap dua senator asal NTB yang dituding menerima suap. Mereka adalah Muhammad Rifky Farabi (MRF) dan Mirah Midadan Fahmid (MMF).

Menurut koordinator aksi, Saidin Alfajari, dugaan keterlibatan dua anggota DPD RI dari NTB ini bukan rumor. Saidin mengaku, aksi itu dilakukan dengan tajuk “Bongkar: Dari NTB untuk Indonesia”.

“Ini aksi jilid II. Kami ingin publik seluruh Indonesia mendengar. Ini aksi yang kami lakukan untuk membongkar dugaan suap tersebut. Dari NTB untuk Indonesia,” ujar Saidin kala berorasi.

Pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan aksi sampai berjilid-jilid sampai dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatensi dan menjelaskan progress penanganan kasusnya secara terbuka kepada publik.

“Data yang kami terima menunjukkan ada aliran dana yang masuk ke mereka. Aksi ini kami lakukan untuk mendesak KPK segera membuka kasus suap pemilihan Ketua DPD RI secara terang benderang,” ujarnya.

Kasus ini pertama kali mencuat lewat laporan Fithrat Irfan, mantan staf DPD RI, ke KPK. Irfan menyebut setidaknya 95 anggota DPD mendapat uang suap untuk memenangkan salah satu kandidat Ketua DPD periode 2024–2029. Nilainya sekitar 13 ribu dolar AS per orang. Skemanya: 5 ribu dolar untuk pemilihan Ketua DPD, dan 8 ribu dolar lainnya untuk pemilihan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.

BACA JUGA : BNNP Tangkap Oknum Polisi di Bima Diduga Jadi Bandar Narkoba, Catatan Transaksi Sabu Terbongkar

Modusnya sederhana namun rapih: amplop berisi dolar disalurkan door to door ke ruang kerja para senator. Irfan mengaku mengetahui langsung pola distribusi uang tersebut.

Dari data yang beredar, sebaran penerima suap mencakup hampir seluruh daerah. Papua disebut sebagai wilayah dengan jumlah penerima terbanyak, 18 orang. Disusul Sulawesi (14), Kalimantan (12), Sumatera (7), Kepulauan Riau dan Riau (7), Jawa Barat-Banten (5), NTT dan NTB (5), Jawa Tengah (5), Maluku (4), Bengkulu (2), Jawa Timur (1), dan DKI Jakarta (1).

“Skandal ini bukan hanya soal dua nama dari NTB, tapi menyangkut wajah DPD secara keseluruhan. Kalau benar, hampir semua provinsi tercoreng,” kata Saidin.

Di tempat yang sama, Korlap Aksi, Lukmanul Hakim menilai, dugaan keterlibatan Rifky dan Mirah mencederai martabat daerah. NTB, yang tengah berupaya membangun citra politik bersih dan demokratis, kini ikut terseret dalam pusaran praktik suap di Senayan.

“Jujur kami malu. Mereka seharusnya membawa nama baik NTB di tingkat nasional, bukan justru memperdagangkan suara,” kata Lukman.

Koalisi juga menantang kedua senator itu tampil ke publik menjelaskan posisi mereka. “Kalau memang tidak menerima, sampaikan secara terbuka. Jangan hanya diam. Karena diam itu menguatkan dugaan,” ujarnya aktivis pemuda tersebut.

Ini adalah jilid kedua aksi mereka. Menurut rencana, gelombang protes akan terus digelar hingga KPK mengumumkan perkembangan penyidikan. Mereka bahkan menyiapkan aksi bersama aktivis dari provinsi lain.

“Bongkar dari NTB untuk Indonesia. Kami mengajak semua aktivis di daerah lain bersuara, karena kasus ini melibatkan senator hampir di semua provinsi,” kata Lukman.

Bagi Koalisi, perlawanan ini bukan semata soal NTB, melainkan upaya memulihkan kehormatan lembaga negara. “DPD seharusnya menjadi representasi daerah, bukan representasi kepentingan transaksional,” tambahnya.

KPK sejauh ini belum memberi keterangan resmi atas laporan Irfan maupun tuntutan yang terus mengemuka dari NTB. Namun publik menunggu, apakah lembaga antirasuah berani menelisik lebih dalam hingga menyentuh ruang kerja para senator di Senayan.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *