DOMPU, SIARPOST — Aroma korupsi di dunia pendidikan kembali menyeruak. Sebanyak 44 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), diduga kuat fiktif dan memanipulasi data siswa demi mencairkan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Kesetaraan Tahun 2024 senilai Rp5,4 miliar.
Laporan resmi terkait dugaan tersebut bahkan sudah dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh organisasi Pemuda Dompu Anti Korupsi (PEMDAK) pada 14 Oktober 2025 di Jakarta.
“Kami menduga ada kejahatan korupsi yang luar biasa dilakukan oleh 44 pimpinan lembaga PKBM di Kabupaten Dompu. Mereka menggunakan pola yang sama, melaporkan kegiatan belajar hanya enam hari dengan jumlah siswa hingga ratusan orang, padahal sebagian besar kegiatan itu tidak pernah terjadi,” ujar Ketua PEMDAK, Ibrahim, SH, kepada media.
Menurut Ibrahim, modus yang digunakan sangat rapi. Data siswa dimasukkan ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik) secara manipulatif, seolah-olah kegiatan belajar berlangsung aktif, padahal sebagian besar PKBM tidak beroperasi sama sekali.
Sebagai bukti, PEMDAK menyerahkan salinan Dapodik tahun ajaran 2025–2026 ke KPK. “Kami minta KPK segera turun tangan dan memeriksa semua pengelola PKBM penerima dana BOP tahun 2024. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi indikasi korupsi berjamaah,” tegas Ibrahim.
Kadis Dikpora Dompu: PKBM Nyata, Tapi Perlu Telusuri Kegiatan Belajarnya
Menanggapi isu tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Dompu, Drs. H. Rifaid, M.Pd, menegaskan bahwa lembaga-lembaga PKBM itu secara formal benar-benar ada dan terdaftar resmi.
“Kalau saya memahami tulisan di atas, bahwa 44 PKBM di Dompu diduga fiktif, artinya lembaganya yang dimaksud. Menurut saya, 44 lembaga itu nyata dan legal. Secara legal formal lembaga itu ada dan nyata di lapangan,” kata Rifaid saat diwawancarai melalui WhatsApp, Selasa (21/10/2025).
Namun demikian, Rifaid mengakui bahwa perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut terhadap kegiatan belajar warga belajar (WB).
“Yang perlu dibuktikan adalah apakah warga belajarnya yang fiktif. Itu bisa dibuktikan dengan menelusuri data NIK peserta, karena sistemnya berbasis NIK dan terkoneksi langsung dengan Dukcapil,” jelasnya.
BACA JUGA : Bupati Bersama Wabup Lombok Utara Sambut Kunker Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri
Ia juga menjelaskan bahwa sistem pembelajaran di PKBM tidak bisa disamakan dengan pendidikan formal.
“Kalau kita gunakan standar pendidikan formal, jelas tidak sesuai. PKBM itu beda. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)-nya tidak rata. Memang diakui tidak maksimal, ada yang timbul tenggelam, tergantung kondisi warga belajarnya,” ujarnya.
Rifaid menegaskan, pendidikan nonformal seperti PKBM menyasar masyarakat yang putus sekolah, sudah bekerja, atau punya keterbatasan waktu.
“Mereka pembelajarannya tiga kali seminggu. Waktunya disesuaikan dengan peserta didik, karena sebagian besar adalah orang dewasa yang sudah bekerja. Jadi jangan disamakan dengan sekolah formal yang belajar setiap hari,” tambahnya.
Menurut Rifaid, selama ini pihaknya melalui Bidang PAUD dan Dikmas telah melakukan monitoring rutin minimal dua kali setahun, terutama saat ujian atau asesmen. Selain itu, ada penilik lapangan atau pengawas yang mengawasi kegiatan PKBM di wilayah masing-masing.
“Kalau kita monitoring itu biasanya saat ujian atau praktik. Sedangkan pengawasan harian dilakukan oleh penilik lapangan, bukan langsung oleh dinas,” katanya.
Terkait pengelolaan dana BOP, Rifaid menjelaskan bahwa pencairan dilakukan langsung dari pusat ke rekening masing-masing PKBM.
BACA JUGA : Janji 100 Mobil Listrik Sekda NTB Gagal Total, NTPW: Cuma Manis di Bibir Demi Kursi Jabatan?
“Dana itu dibagi ke semua PKBM yang mendapatkan program kesetaraan. Besarannya tergantung jumlah peserta didik, ada yang Rp30 juta, ada juga yang lebih hingga Rp100 juta. SPJ-nya pun dilaporkan melalui aplikasi dan bisa dilihat langsung oleh pusat,” terang Rifaid.
Sekda Dompu Akui Ada PKBM Tak Aktif
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Dompu, Gator Gunawan PP, SKM, M.Kes, mengakui adanya beberapa PKBM yang terindikasi tidak aktif.
“Ada sekitar empat PKBM yang kami temukan tidak aktif alias fiktif. Kami sedang berkoordinasi dengan Dinas Dikpora untuk melakukan verifikasi dan validasi ulang terhadap seluruh penerima BOP,” ujarnya.
PKBM yang disebut bermasalah antara lain PKBM Mada Duli, PKBM Manggeraa, PKBM Fastabikul Khairat, PKBM Yonar di Kecamatan Kempo, dan PKBM Prima Edukasi di Desa Anamina, Kecamatan Manggelewa.
Kasus ini memicu kemarahan masyarakat dan aktivis pendidikan di Dompu. Dana miliaran rupiah yang seharusnya digunakan untuk memberdayakan warga putus sekolah justru diduga dikorupsi oleh segelintir oknum.