MATARAM, SIAR POST — Dugaan pelanggaran prosedural dalam proses Seleksi Calon Anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi NTB kini memasuki babak baru. Para peserta seleksi melalui kuasa hukum resmi melayangkan aduan ke Ombudsman RI Perwakilan NTB pada Jumat, 14 November 2025, sebagai langkah meminta pengawasan dan rekomendasi atas sejumlah indikasi penyimpangan dalam proses seleksi yang dinilai mengancam prinsip transparansi dan independensi lembaga publik tersebut.
Kuasa hukum peserta seleksi, Muh. Erry Satriyawan SH, MH, CPCLE dan Junaidi, S.H, menjelaskan bahwa aduan ini merupakan konsekuensi dari banyaknya kejanggalan yang ditemukan sejak awal tahapan seleksi berlangsung.
“Ini bukan soal kepentingan personal. Ini adalah tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memastikan bahwa seleksi jabatan publik berjalan transparan, akuntabel, bebas intervensi politik, dan sesuai ketentuan hukum,” tegas Erry.
Sebelum melapor ke Ombudsman, para peserta seleksi juga telah menggabungkan dan menyerahkan Surat Keberatan kepada Tim Seleksi serta mengajukan permohonan penundaan Fit and Proper Test kepada Pimpinan DPRD NTB.
Salah satu isu paling krusial adalah adanya peserta yang masih berstatus pengurus/anggota partai politik bahkan calon legislatif yang dinyatakan lolos hingga tahap 15 besar.
Kuasa hukum menilai hal ini sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip independensi, terlebih seluruh peserta diwajibkan menandatangani surat pernyataan tidak aktif sebagai anggota atau pengurus parpol selama 5 tahun terakhir.
“Bagaimana mungkin Tim Seleksi membenarkan hal tersebut hanya dengan alasan peserta menandatangani surat kesediaan mengundurkan diri dari badan publik? Partai politik bukan badan publik. Ini sangat kontradiktif,” tegas Erry.
Kejanggalan berikutnya adalah tidak diumumkannya hasil psikotes dan dinamika kelompok, padahal Peraturan Komisi Informasi No. 4/2016 Pasal 15 ayat (3) mewajibkan hasil tersebut dipublikasikan paling lambat dua hari kerja dan tayang di sedikitnya dua media elektronik selama tiga hari berturut-turut.
“Ketentuan itu jelas. Tidak diumumkannya hasil psikotes adalah bentuk pelanggaran prosedural yang melemahkan transparansi seleksi,” ujarnya.
Peserta juga menemukan bahwa salah satu anggota Tim Seleksi tidak hadir dalam sebagian sesi wawancara. Tim Seleksi beralasan nilai akan disesuaikan, namun peserta menilai alasan tersebut tidak relevan.
“Wawancara wajib dilakukan oleh seluruh anggota Tim Seleksi sesuai Pasal 16 ayat (2) PKI No. 4/2016. Ketidakhadiran anggota penguji menyebabkan standar penilaian berbeda antar peserta. Ini cacat prosedur,” jelas Junaidi.
Kuasa hukum juga menyebut Tim Seleksi keliru menafsirkan aturan dengan menyamakan rapat tim seleksi dengan proses wawancara, padahal keduanya memiliki ruang lingkup berbeda.
Peserta Siap Tempuh Jalur Hukum Jika Tidak Direspons
Di akhir penyampaian aduan, kuasa hukum menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk menggagalkan proses kelembagaan, tetapi justru untuk menjaga kredibilitas dan kehormatan Komisi Informasi sebagai lembaga penegak keterbukaan informasi.
“Jika keberatan ini tidak ditindaklanjuti, kami siap menempuh jalur hukum—mulai dari pengaduan maladministrasi ke Ombudsman RI NTB hingga gugatan ke PTUN,” tegas Erry.
Peserta berharap Ombudsman RI Perwakilan NTB dapat melakukan pemeriksaan menyeluruh dan mengeluarkan rekomendasi agar proses seleksi KI NTB kembali berada di jalur hukum yang benar, bebas dari intervensi, dan menjaga marwah lembaga publik yang seharusnya independen.
Redaksi | SIAR POST














