banner 728x250

Bukti Permulaan Cukup, AMANAT Desak Kasus Dugaan Gratifikasi Pokir “Siluman” DPRD NTB Naik Penyidikan

Kantor Kejati NTB. Dok sahabat news

banner 120x600
banner 468x60

Mataram, SIAR POST – Lembaga Swadaya Masyarakat AMANAT NTB (Aliansi Masyarakat Anti Korupsi dan Nepotisme Nusa Tenggara Barat) menyampaikan keprihatinan mendalam atas mencuatnya kasus dana pokok-pokok pikiran (pokir).

Apalagi, Pokir yang sumber dananya siluman ini diduga melibatkan sejumlah anggota DPRD Nusa Tenggara Barat yang saat ini tengah ditangani Kejaksaan Tinggi NTB.

banner 325x300

Meskipun sebagian pihak telah mengembalikan uang tersebut, kami menegaskan bahwa tindakan pengembalian tidak menghapus sifat melawan hukum dari perbuatan yang diduga sebagai gratifikasi.

BACA JUGA : Toko Sukses Crown Toys Lombok Utara Terbakar, Kerugian Mencapai Puluhan Juta

Sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Gratifikasi adalah tindak pidana yang melekat sejak penerimaan, tanpa harus dibuktikan adanya kerugian negara.

Pengembalian uang kepada penegak hukum hanya dapat menjadi faktor meringankan di persidangan, tetapi tidak membebaskan pelaku dari proses hukum.

Prinsip ini telah ditegaskan dalam berbagai putusan pengadilan tipikor di Indonesia.

Kami memandang, dugaan gratifikasi pokir ini bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan bentuk nyata perbuatan melawan hukum yang merusak integritas lembaga legislatif, mencederai kepercayaan publik, dan berpotensi membuka pintu praktik korupsi sistematis dalam pengelolaan anggaran daerah.

Adanya beberapa anggota DPRD mengembalikan dana ke Kejati NTB, sebuah tindakan yang di mata hukum dapat menjadi indikasi pengakuan tidak langsung bahwa penerimaan dana tersebut memang terjadi.

Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyidikan dilakukan jika sudah terdapat “bukti permulaan yang cukup” untuk membuat terang tindak pidana.

BACA JUGA : Pesta Rakyat Tutup FORNAS VIII NTB 2025: Slank hingga UMKM Meriahkan Eks Bandara Selaparang

Dalam perkara gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12B jo. Pasal 12C UU Tipikor, bukti permulaan cukup dapat berupa Adanya penerimaan uang oleh penyelenggara negara (Anggota DPRD) dan Keterkaitan penerimaan tersebut dengan jabatan dan kewenangan.

Logikanya, tidak mungkin penerima dana siluman tersebut tidak mengetahui peruntukkannya untuk apa terlebih jumlahnya ratusan juta yang diterima.

Jadi jangan menggunakan narasi sesat bahwa pemgembalian uang adalah mengantarkan barang bukti.

Pengembalian dana dalam tahap penyelidikan memang dapat menjadi faktor meringankan dalam penuntutan, tetapi tidak menghapus sifat melawan hukum jika penerimaan dana itu memenuhi unsur Pasal 12B.

Bahkan, Mahkamah Agung melalui sejumlah putusan (antara lain Putusan MA No. 537 K/Pid.Sus/2014) menegaskan bahwa pengembalian uang justru dapat digunakan sebagai petunjuk adanya tindak pidana korupsi.

Ketua AMANAT NTB Muh. Erry Satriyawan, SH. MH CPLE menjelaskan, bukti permulaan cukup tidak harus menunggu seluruh saksi diperiksa atau bukti dokumen lengkap.

“Jika sudah ada keterangan awal, bukti penerimaan uang, serta keterkaitan dengan kewenangan jabatan, penyidik memiliki dasar hukum yang kuat untuk meningkatkan status perkara menjadi penyidikan. Menunda langkah ini berisiko hilangnya barang bukti atau koordinasi pihak-pihak terkait untuk mengaburkan fakta,” ujarnya.

BACA JUGA : Tender SPAM Lombok Barat Diduga “Dikunci” untuk Pemenang Tertentu, KUAT NTB Siap Laporkan ULP-Pokja ke Polda

Kewenangan Kejati NTB untuk segera bertindak diatur jelas dalam Pasal 50 ayat (1) UU Kejaksaan RI dan Pasal 30 ayat (1) huruf d yang memberikan mandat penyidikan tindak pidana korupsi.

AMANAT NTB mengingatkan, lambannya peningkatan status perkara hanya akan menimbulkan kecurigaan publik. “Bukti permulaan sudah ada, pengembalian uang sudah dilakukan, keterangan saksi awal bisa segera dikumpulkan.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *