Lombok Barat, SIARPOST – Hanya berjarak dua kilometer dari pusat pariwisata Senggigi yang gemerlap, warga Gunung Kame, Desa Senggigi, Kecamatan Batulayar, menyimpan kisah yang jauh dari kata sejahtera.
Warga di sana hidup tanpa jalan layak, kesulitan air bersih, minim layanan kesehatan, hingga belum memiliki fasilitas dasar yang memadai.
Ironisnya, sebagian besar warga Gunung Kame masih ber-KTP Desa Batulayar. Pemerintah kerap berdalih bahwa status administrasi kependudukan (adminduk) menjadi kendala utama sehingga intervensi pembangunan sulit dilakukan. Namun bagi warga, KTP bukanlah hal yang utama.
BACA JUGA : Kades Senggigi Klarifikasi: Warga Gunung Kame Masih Ber-KTP Batulayar Meski Tinggal di Wilayah Senggigi
“Yang penting negara hadir. Kami ini warga Lombok Barat, warga NTB, warga Indonesia. Bukan masalah KTP Senggigi atau Batulayar, tapi hak kami untuk mendapat jalan, air bersih, dan pelayanan dasar harus dipenuhi,” tegas Anja, warga Gunung Kame.
Menurutnya, warga sudah berulang kali mengajukan permintaan pembangunan jalan sejak 2014, namun tak pernah ditindaklanjuti. Bahkan jalan setapak yang dulu menjadi akses utama kini hilang karena lahan dijual ke investor.
“Kami seolah tidak dianggap. Jalan dijual, akses ditutup. Kalau sakit, kami gotong orang melewati jalan licin. Pernah ada ibu hamil pecah ketuban di jalan. Itu penderitaan kami. Kami hanya minta dibukakan akses jalan, gotong royong pun kami siap,” tambahnya.
Masalah air bersih juga menjadi beban berat. Setiap musim kemarau, warga harus berjalan sejauh 1,5 km menuruni bukit hanya untuk mengambil air. Dirigen demi dirigen dipanggul naik ke rumah mereka.
“Air paling menyulitkan. Tidak ada sumber di sini. Kami harus turun jauh. Mau mandi, masak, bahkan minum, harus dihemat,” tutur Kurnia, warga lainnya.
Camat Batulayar: Adminduk Harus Clear
Menanggapi hal ini, Camat Batulayar, H. Muh Subayin, menjelaskan bahwa permasalahan utama memang ada pada administrasi kependudukan.
“Pintu masuknya harus clear dulu. Kalau status adminduk jelas, baru bisa ada intervensi program baik fisik maupun non-fisik. Kami sudah undang kepala desa dan perwakilan masyarakat. Untuk Gunung Kame, saya beri waktu seminggu agar warga diskusi apakah mau masuk ke Desa Senggigi. Setelah itu baru ada langkah lanjut,” jelasnya.
Meski demikian, ia menegaskan pemerintah kecamatan akan tetap berupaya agar seluruh warga bisa mendapatkan pelayanan yang layak.
“Kami harap masyarakat juga mendapat edukasi soal pentingnya penataan adminduk. Tapi tujuan akhirnya tetap agar semua bisa terlayani dengan baik,” ujarnya.
Kondisi Dusun Gunung Kame menjadi potret nyata kesenjangan pembangunan di Lombok Barat. Di tengah gemerlap hotel mewah dan pantai indah Senggigi yang mendunia, ada warga yang masih harus berjalan tanpa alas kaki ke sekolah, mengangkut air berkilometer, dan hidup tanpa sanitasi sehat.