DAERAHTERKINI

Warga Masih Keluhkan Suara Bising Dari Smelter, Jarak Dengan Pemukiman Juga Diduga Tidak Sesuai Aturan

Jarak Pagar Smelter dengan pemukiman warga hanya dipisahkan oleh jalan. Dok istimewa

MATARAM, SIAR POST | Warga Otak Keris Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat, kembali mengeluhkan suara bising yang timbul akibat dari adanya pengolahan tambang atau Smelter PT Amman Mineral Internasional (AMNT).

Keluhan itu datang dari sejumlah warga di Otak Keris yang terganggu dengan suara bising dan gemuruh dari lokasi smelter yang telah dibangun sejak beberapa tahun yang lalu.

BACA JUGA : Diduga Sampaikan Laporan Palsu Terkait Smelter, Presiden Direktur PT AMNT Akan Dilaporkan ke Mabes Polri

Sejak mengambil alih tambang dari Newmont pada 2017, AMNT berkomitmen membangun smelter sendiri. Awalnya, smelter dirancang dengan kapasitas 2,6 juta ton, tetapi kemudian disesuaikan dengan produksi AMNT menjadi 900.000 ton.

Aktivis perempuan, Yuni Bourhany, saat diwawancarai, Sabtu (22/2/2025) mengatakan, kehadiran smelter bukan malah memberikan dampak baik bagi masyarakat, malah merenggut mata pencaharian bahkan merenggut kenyamanan masyarakat.

“Saya mendapat keluhan dari masyarakat di sana, bahwa suara bising gemuruh seperti pesawat mendarat dan seperti suara pasir yang jatuh di atas seng masih saja terjadi, masyarakat kan jadi takut. Apalagi yang berhadapan langsung dengan smelter itu,” Kata Yuni.

Yuni juga mengungkapkan, bahwa jarak pagar smelter dengan rumah warga hanya dibatasi jalan saja. Jaraknya sekitar 10 meter. Bahkan jarak pemukiman dengan bangunan Smelter nya sekitar 200-300 meter saja.

“Ini kan melanggar aturan, jarak ideal antara pabrik smelter dengan pemukiman warga itu seharusnya 500 meter. Ini kan melanggar aturan,” ungkap Yuni.

Yuni pun memberikan gambaran jarak standar pabrik atau smelter yang telah diatur oleh peraturan pemerintah maupun peraturan menteri.

Jarak ideal antara pabrik semen atau smelter dengan pemukiman warga berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor.

BACA JUGA : RSUP NTB Sebut Tidak Ada Premanisme dan Sudah Disosialisasikan Sebelum Pembongkaran Rumah Singgah, Akan Direlokasi Ke Tempat Baru

1) Menurut Peraturan Pemerintah Indonesia No. 41/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, jarak minimal antara industri dan pemukiman adalah 500 meter.
2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 104/2017 menetapkan jarak minimal 1.000 meter untuk industri berbahaya dan beracun.
3) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan jarak minimal 1.500 meter untuk industri yang berpotensi mencemari udara.

Yuni mengatakan bahwa semua aturan tersebut masuk dalam standar jarak smelter dengan pemukiman warga. Sehingga ia menganggap bahwa pembangunan smelter ini tidak sesuai dengan aturan.

Pewarta : Edo MH
Redaktur : Feryal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Oi, gak boleh Copas, minta izin dulu sama admin