banner 728x250

Muara Sungai Batu Layar Milik Negara Tiba-tiba Milik Pribadi Bersertifikat, Kades : Ada Celah Permainan

banner 120x600
banner 468x60

 

/Kades Harap 7 Warga Yang Jadi Tersangka Penggregahan Tidak Ditahan

banner 325x300

Lombok Barat, SIARPOST.com | Kepala Desa Batu Layar Barat, H Mushab merespon permasalahan warga terkait lahan bersertifikat milik seorang pengusaha asal Kota Mataram yang berada di Pantai Duduk 4 desa setempat.

Dalam persoalan tersebut, tujuh orang pedagang dilaporkan atas dugaan Penggregahan atau memakai lahan tanpa izin pemilik. Ketujuh pedagang akhirnya dijatuhi hukuman 14 hari penjara oleh pengadilan.

Kades Batu Layar Barat, H Mushab saat ditemui di kediamannya, Jumat (28/4/2023), mengungkapkan bahwa pada awalnya lahan tersebut adalah milik negara. Hal itu dibuktikan dengan adanya salah satu sertifikat sandingan milik Ahmad Muhammad.

Baca juga : Jadi Tersangka Dugaan Penggregahan Lahan, 7 Pedagang di Lobar Minta Keadilan

Dalam sertifikat itu tertera bahwa lahan yang diklaim milik pengusaha tersebut awalnya adalah milik negara.

“Ini ada celah yang dilakukan oleh pendahulu-pendahulu kita, kenapa tiba-tiba ada sertifikat milik pribadi sementara dalam sertifikat Ahmad itu tertera bahwa lahan itu milik negara,” ujarnya.

Ia pun heran dengan kondisi yang terjadi saat ini. Ia tidak serta merta menyalahkan pejabat terdahulu begitu saja, tetapi yang ia katakan terdapat bukti yang dibuat oleh pejabat PLT Kades sebelum dirinya.

“Kita tau di lahan itu adalah muara, sementara warga sudah buka lapak di sana puluhan tahun. Logika juga kalau sertifikat dikeluarkan tahun 2014 maka penimbunan di lokasi yang dilakukan menggunakan dana desa pada 2019 itu tidak akan terjadi karena lahan milik orang, kenapa pada saat penimbunan tidak ditegur,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan bangunan permanen dari Dinas Perindag Lombok Barat yang dibangun di atas lahan tersebut pada tahun 2019. Jika lahan itu adalah hak milik pribadi maka pemerintah tidak mungkin membangunnya di situ.

Baca juga : KPU Atur Ganjar-Erick Menang Pilpres 2024, Ungkapan Hasnaeni Apakah Akan Terbukti ?

Ia juga menceritakan pada waktu diperiksa oleh penyidik Polda, ia berusaha mengeluarkan semua bukti bahwa tanah itu awalnya milik negara dengan dasar sertifikat Ahmad Muhammad.

Namun Aparat Penegak Hukum lebih memilih memproses kasus tersebut dari dasar sertifikat yang dimiliki oleh pengusaha tersebut yang terbit di tahun 2014.

“Seharusnya aparat penegak hukum melihat lebih jauh lagi, bagaimana lahan ini awalnya, sertifikat pembandingnya, ada berkas jual beli kah, dan sporadiknya. Sehingga ini terbuka. Yang didasarkan kemarin hanya sertifikat dari pengusaha itu saja,” ujarnya.

Bahkan pihaknya pernah melakukan hearing bersama DPRD dan Pemda Lombok Barat terkait permasalahan asal usul tanah ini, tetapi tidak satupun menuai hasil yang baik.

Begitu juga pertanyaan sejauh mana titik sepadan pantai yang ada di pantai duduk saat ini. Namun lagi-lagi tidak mendapat jawaban dari Pemda Lobar.

Baca juga : Kisah Munajah, Warga Lombok Barat Berjuang Untuk Distribusikan Air Bersih Dari Kaki Gunung ke Masyarakat

Salah satu hal yang juga janggal, adalah sporadik lahan tersebut terdapat tanda tangan PLT Kades Batu Layar, H Burhanudin. Namun belakangan yang bersangkutan tidak mengaku menandatangi sporadik tersebut.

“Ini tumpang tindih, PLT Kades itu mengaku kepada kami pada saat di kantor Camat bahwa dirinya tidak tau apa-apa terkait tanda tangan di dalam sporadik itu,” katanya.

H. Mushab berharap kepada Pemda Lobar agar kejadian seperti ini tidak menjadi kebiasaan. Karena yang harusnya menjadi aset desa sudah disertifikat semua.

H. Mushab berharap kepada pemerintah maupun aparat penegak hukum agar memberikan ruang mediasi kembali dan memberikan belas kasihan kepada warga yang sudah jadi tersangka agar tidak ditahan karena sejumlah pertimbangan. Termasuk pertimbangan salah satu tersangka yang mempunyai anak kecil dan dalam keadaan hamil.

Sebelumnya, 7 warga asal Desa Batu Layar Barat yang berdagang di pantai duduk 4 ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan Penggregahan Lahan milik seorang pengusaha.

Tujuh warga tersebut akhirnya dilaporkan ke Polda NTB dan diproses. Hasil keputusan pengadilan memutuskan ketujuh tersangka dihukum penjara 14 hari.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *