Batalkan HGU PT. RKK, Polri dan Kementrian ATR/BPN RI Harus Bersih dari Unsur Mafia Tanah
SIARPOST.COM | Sudah Delapan Hari Petani Jambi Anggota Serikat Tani Nelayan [STN] melakukan aksi menuntut di Mabes Polri dan Kementrian ATR/BPN RI.
Aksi menuntut belum dapat jawaban pasti dari pihak Mabes Polri, atas laporan kriminalisasi Petani oleh Polda Jambi, begitu juga di Kementrian ATR/BPN RI perwakilan aksi massa dari PP STN di terima oleh Jajaran Dirjen VII yang menangani Konflik Agraria, dalam hal ini Direktur dan Subdit Penanganan Perkara.
Tahun 2022 pengajuan Pembatalan HGU PT. RKK lewat Kanta BPN Muaro Jambi, namun Kementerian ATR/BPN RI tidak kunjung membatalkannya, padahal syarat UU sudah terpenuhi.
Baca juga :Direktur LSM Garuda Indonesia Dukung Pergerakan Warga Batulayar Melawan Dugaan Mafia Tanah
Bila berpatokan pada hasil putusan PTUN tentunya berlaku asas Erga Omnes, dimana Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang.
Menjadi catatan kita bersama, semakin lama Kementrian ATR/BPN RI melakukan pembatalan HGU PT. RKK yang sudah berkekuatan hukum tetap alias kalah pada semua tingkatan persidangan, maka semakin lama pula usulan Empat Kelompok Tani Hutan (KTH) anggota Serikat Tani Nelayan(STN) di berikan akses kelola tanah hutan produksi olen negara dalam hal ini Kementerian LHK RI karena tidak bisa melanjutkan Verifikasi Teknis sebagai tahapan di keluarkannya surat keputusan (SK).
Kejadian seperti ini menambah keyakinan atas desas desus di luar sana, bahwa jajaran Kementrian ATR/BPN RI sampai kebawah di kuasai birokrat (oknum) yang terkontrol atau bagian [indikasi] dari mafia tanah yang merugikan bangsa dan rakyat Indonesia.
Mafia tanah harus di perangi oleh seluruh rakyat Indonesia, slogan ini selalu di gaungkan oleh Kementrian ATR/BPN RI sebagai tangan Presiden Joko Widodo dalam menjalankan Reforma Agraria, sayang gagal.
Situasi dibawah, 10 petani di kriminalisasi Polda Jambi dan terus bertambah atas tuduhan mencuri buah sawit di lahan hutan produksi milik negara yang di bebani izin HTI PT.WKS diatasnya ada HGU PT. RKK (tumpang tindih), inilah hasil praktik mafia tanah, karena luas HGU PT.RKK hanya 306 Hektar di atas izin HTI PT. WKS sejak tahun 2004, tepatnya di tahun 2008 muncul HGU PT. RKK seluas 682 Hektar yang terdiri dari 306 Hektar hutan merupakan izin HTI PT. WKS dan areal penggunaan lain (APL) 376 Hektar.
Selain tumpang tindih akibat kerja mafia tanah, PT. RKK juga mencuri tanah negara dengan menanam sawit melebihi HGU yang di miliki yakni 306 Hektar di dalam hutan produksi seluas 2085 Hektar dari luas keseluruhan Hutan Produksi 2391 Hektar, hal ini merupakan kejahatan perkebunan yang merugikan negara yang secara hukum harus ditindak tegas setegasnya.
Pembatalan HGU PT. RKK harus dilaksanakan segera oleh Menteri ATR/BPN RI. Begitu juga dengan Polri, kita yakini sanggup membersihan mafia tanah yang menggerogoti bangsa dan tanah air untuk kemakmuran rakyat, demikian.
Tanah, Modal, Teknologi Modern, Murah, Massal
untuk Pertanian Kolektif di Bawah Kontrol Dewan Tani!