Diduga Dialihkan Hak Pakai Dua Bidang Lahannya, Seorang Warga di Desa Menemeng Tuntut Pemda Loteng Ganti Rugi
Foto : Advokad Muda Asal Lombok Tengah, Sahri SH (kanan)
Lombok Tengah, SIARPOST | Warga Dusun Menemeng Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah, H Muhsinin melalui kuasa hukumnya Sahri SH menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Lombok Tengah atas dugaan pengalihan hak atas dua bidang lahannya yang saat ini digunakan sebagai lokasi bangunan SD Menemeng seluas 17 are dan 6 are.
Dua bidang lahan tersebut terletak bersebelahan dan berada di Dusun Menemeng Desa Menemeng Lombok Tengah. Sejak tahun 1982 hingga saat ini lahan tersebut dibangun SD Menemeng dengan akad pinjam pakai antara pemilik dengan Pemda Lombok Tengah.
Namun belakangan ini pada sekitar tanggal 30 Mei 2020 lalu, secara kebetulan H Muhsinin mendapat informasi bahwa lahan tersebut telah terbit sertifikat hak pakai atas nama Pemda Loteng yang dikeluarkan oleh BPN setempat.
Baca juga : Peduli Korban Banjir, Keluarga Besar Guru Hasan Sumbawa Salurkan Bantuan Untuk KSB
“Lahan milik H Muhsinin itu sesuai akad nya dulu hanya pinjam pakai, tetapi kenapa bisa diterbitkan sertifikat hak pakai atas nama Pemda Loteng tanpa sepengetahuan pemiliknya,” ujar Sahri SH sebagai Kuasa Hukum dari H Muhsinin saat ditemui di Mataram, Jumat (17/2).
Oleh karena itu, kata Sahri, ia sebagai kuasa hukum dari H Muhsinin menuntut Pemda Loteng untuk mengganti kerugian kliennya sebesar Rp 1 miliar 750 ribu. Terkait persoalan ini Sahri akan melaporkan ke Polda NTB.
Dijelaskan Sahri, dua bidang tanah tersebut diantaranya yaitu tanah sawah seluas 17 are yang telah dibeli oleh Muhsinin dari Dolek berdasarkan transaksi pembelian tertanggal 5 September 1977 dengan uang tunai Rp 650 ribu dan berupa satu ekor sapi jantan.
Baca juga : Setelah Sirkuit Mandalika, Ada Apa Lagi di NTB? Tiga Poin Gubernur Dalam Membangun Daerah
Sementara satu bidang lahan lainnya yaitu lahan kebun seluas 6 are yang dibeli oleh Muhsinin dari Amaq Saleh dengan pembayaran menggunakan barang berupa 1.400 kg padi kering, pada tanggal 3 Maret 1981.
“Klien kami pernah mengirimkan surat kepada BPN Loteng untuk meminta kejelasan terkait sertifikat yang diterbitkan oleh BPN tersebut, namun hingga saat ini tidak digubris,” ujar Advokad Muda Asal Lombok Tengah, Sahri SH.
Selain menuntut ganti rugi kepada Pemda Lombok Tengah, Sahri juga meminta Pemda Loteng dan BPN Loteng untuk menjelaskan dasar dari pengalihan lahan kliennya dari akad pinjam pakai menjadi hak pakai yang tertuang dalam sertifikat yang diterbitkan oleh BPN Loteng.
“Atas dasar apa BPN mengeluarkan sertifikat hak pakai atas lahan klien kami, semua bukti jual beli dua bidang lahan tersebut kami pegang,” tandasnya. (FR)