Ombudsman : Dompu Tidak Pernah Masuk Zona Hijau Kepatuhan Standar Pelayanan Publik
Mataram, SIARPOST | Kepala Perwakilan Wilayah Ombudsman Provinsi NTB, Dwi Sudarsono, mengatakan Kabupaten Dompu sejak pertama kali disurvey oleh Ombudsman pada tahun 2018, tidak pernah masuk zona hijau kepatuhan standar pelayanan publik.
Dwi mengatakan hal itu bisa dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman dan kompetensi aparatur yang ditempatkan di pelayanan publik.
Kabupaten Dompu sejak 2018 selalu berada di Zona kuning. Artinya standar kepatuhan pelayanan publik tidak berjalan dengan baik,” kata Dwi di Mataram, Kamis (9/3/2023).
Dari hasil laporan Ombudsman, kata Dwi, pada tahun 2018 Kabupaten Dompu berada di zona kuning dengan nilai 60.41 persen, tahun 2019 juga tetap di zona kuning walaupun sedikit meningkat dengan nilai kepatuhan 60.49 persen.
Baca juga : Birokrasi Dompu Masih Belum Tertata Baik, Pejabat Ditempatkan Tidak Sesuai Keahlian
Sementara pada 2021 terus meningkat sedikit demi sedikit namun masih saja di zona kuning dengan nilai kepatuhan 71.34 persen. Pada tahun 2022 nilai kepatuhan standar pelayanan publik Kabupaten Dompu kembali turun dengan capaian 66.32 persen.
“Beda sedikit dengan Kabupaten Bima dan Sumbawa. Pada tahun 2021 Sumbawa mencapai 69.01 persen dan turun ke angkat 57.22 persen di tahun 2022, Kabupaten Sumbawa pada 2021 mendapat nilai 79.65 persen dan tahun 2022 turun ke angka 67.24 persen. Sementara Kabupaten lainnya tahun 2021 semua berada di Zona Hijau,” kata Dwi.
Ia berharap agar pelayanan publik berjalan maksimal aparatur yang ditempatkan di pelayanan publik harus mempunyai kompetensi sehingga dapat memahami cara pelayanan.
Kompetensi penting menempatkan aparatur di pelayanan publik yang sesuai dengan bidang keahliannya sehingga pelayanan berjalan maksimal.
Diakui Dwi nilai kepatuhan pelayanan publik Pemda di Provinsi NTB rata-rata mengalami penurunan di Tahun 2022.
Dwi Sudarsono menjelaskan, ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan tingkat kepatuhan tahun 2022. Pertama,
perubahan instrumen penilaian tahun sebelumnya hanya menilai standar pelayanan. Tahun 2022 penilaian dibagi menjadi 4 dimensi, di antaranya variabel kompetensi penyelenggara
layanan dan sarana prasarana, standar pelayanan, penilaian persepsi maladministrasi dari masyarakat pengguna layanan dan pengelolaan pengaduan.
Baca juga : Ada Pergerakan Tak Wajar Sebesar Rp 300 Triliun di Kemenkeu
Kedua, kata Dwi, pelayanan di Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) belum melengkapi standar pelayanan secara manual dan elektronik.
Tahun 2021, beberapa OPD
memiliki standar pelayanan lengkap, namun tahun 2022 tidak tersedia.
Ketiga, lanjut Dwi, beberapa OPD yang tidak memberikan dokumen pendukung sesuai dengan permintaan Ombudsman RI.
Ombudsman RI telah meminta dokumen pendukung standar pelayanan lama pada Juli 2022, sementara penilaian tingkat kepatuhan dilaksanakan pada Agustus 2022.
Faktor keempat, adanya OPD yang belum mencatat dan mengelola pengaduan, sehingga
instrumen pengelolaan pengaduan mendapatkan penilaian yang rendah.
Dari penilaian tersebut, Dwi berharap kepala daerah di NTB terus membangun komitmen meningkatkan kualitas pelayanan publik. Instrumen penilaian Penyelenggaraan Pelayanan Publik Tahun 2022 sebagai indikator untuk mengukur Pemda memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dwi menyatakan, Ombudsman RI Perwakilan NTB berkomitman bekerjasama dengan Pemda untuk memperbaiki standar kepatuhan pelayanan publik dengan melakukan monitoring dan asistensi.